Audiensi pemerhati lingkungan dengan DPRD Kota Tangerang untuk mengurai permasalah sampah di Kota Tangerang yang tak kunjung selesai. Istimewa
Whisnu Mardiansyah • 3 September 2025 19:37
Tangerang: Pimpinan DPRD Kota Tangerang menerima sejumlah aktivis lingkungan hidup dan pemerhati sosial. Audiensi ini bertujuan untuk mengurai permasalah sampah di Kota Tangerang yang tak kunjung selesai.
Dalam audiensi itu, mereka mendesak jajaran DPRD untuk menggunakan hak politiknya mendorong Pemkot Tangerang agar segera mengoperasikan proyek Pengelolaan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL,) ramah lingkungan. Mirisnya, sejak dilakukan penandatanganan Perjanjian Kerjasama (PKS) pada Maret 2022 lalu hingga saat ini belum juga beroperasi.
"Kami mengapresiasi masukan dari teman-teman aktivis. Selanjutnya dengan pimpinan DPRD dan anggota dewan yang lain, masukan ini akan kita bawa berkomunikasi dengan eksekutif dan memang dari legislatif juga mendukung kejelasan soal kerja sama pengolahan sampah ini. Karna soal sampah ini prioritas harus segera diselesaikan," ujar Ketua DPRD Kota Tangerang, Rusdi, Rabu, 3 September 2025.
Dia mengatakan kerja sama antara Pemkot Tangerang dengan operator PT Oligo terkait PSEL yang tengah berjalan namun belum terlihat progresnya. Rusdi menyarankan Pemkot Tangerang dapat mengambil langkah alternatif supaya permasalahan sampah di Kota Tangerang dapat ditangani secara optimal.
"Pemkot Tangerang bisa mengambil langkah alternatif yang lain sambil menunggu hasil dari kerja sama tersebut. Kita juga menunggu apa yang menjadi arahan dari pemerintah pusat terkait masalah sampah di Kota Tangerang ini," paparnya.
Di kesempatan yang sama, Wakil Ketua DPRD, Andri S Permana menyampaikan permasalahan sampah di Kota Tangerang yang dinilai sangat krusial dan dihadapkan dengan waktu. Sebab, produksi sampah di kota Tangerang kian hari makin bertambah volumenya. Sedangkan daya TPA Rawa Kucing, Kecamatan Neglasari hampir sudah tidak dapat menampungnya.
"Bagaimanapun juga yang kita pahami dan kita sadari bersama, sampah ini kan menjadi permasalahan paling problematik. Kepedulian kawan-kawan itu memberikan kita banyak usulan-usulan," kata Andri.
"Tapi yang paling penting bahwa kita akan selalu berhadapan dengan waktu karena produksi sampah itu setiap harinya akan selalu ada dan bertambah. Bagaimana caranya pemerintah kota Tangerang bisa bertindak cepat dan tepat untuk melakukan kebijakan yang paling tepat untuk melakukan pengelolaan sampah. Diharapkan permasalahan ini tidak berlarut-larut," ujar Andri.
Pengamat Kebijakan Publik, Adib Miftahul mengatakan langkah dukungan DPRD Kota Tangerang mempertimbangkan pengakhiran kerja sama pengelolaan PSEL sangat penting untuk memastikan agar uang rakyat dan hak rakyat atas pengelolaan sampah terlayani dengan baik.
"Dukungan DPRD ini penting, nanti DPRD akan dicap masyarakat kota Tangerang sebagai pahlawan aspirasi dalam menyelamatkan uang rakyat. Sebab, perjanjian kerja sama (PKS) antara Oligo dan Pemkot Tangerang sangat memberatkan anggaran. Tidak ada alasan untuk mempertahankan PKS ini," ungkap Adib.
Maka itu kata Adib, ia bersama aktivis lainnya mendesak adanya dukungan pihak DPRD melalui
political will meminta Pemkot untuk segera memutuskan kerja sama. Adib menyebutkan, kerja sama tersebut yang memberatkan warga Kota Tangerang yaitu terkait
tipping fee yang menjadi beban APBD Kota Tangerang selama kerja sama berlangsung.
Kalau kerja sama tersebut dilanjutkan, Pemkot Tangerang dibebani
tipping fee sebanyak Rp310 ribu per ton sampah yang harus dibayarkan. Dengan estimasi sehari 2 ribu ton, sehingga jika diakumulasi Pemkot harus mengeluarkan Rp620 juta per harinya atau Rp18.600.000 setiap bulannya.
Sementara itu Aktivis Lingkungan Hidup, Bambang Wahyudi mengatakan saat TPA Rawa Kucing memiliki luas 34 hektar sudha tidak mampu lagi menampung sampah. Sampah terus menggunung meski sudah ada mesin pengolahan sistem RDF karena menampung sampah dari 104 kelurahan.
"Kita harapkan Pemkot mengganti pengelola lainnya, kita juga sangat mengharapkan metode PSEL tetap bisa dijalankan," kata Bambang.