Widiatun Hasanah, warga negara Indonesia (WNI) yang berprofesi sebagai perawat di Arab Saudi. Foto: KBRI Riyadh.
Fajar Nugraha • 17 March 2025 10:08
Riyadh: Widiatun Hasanah, seorang warga negara Indonesia (WNI) yang berprofesi sebagai perawat, membagikan kisahnya menjalani Ramadan 1446H sebagai tenaga kesehatan di Riyadh, Arab Saudi.
Seperti banyak tenaga medis lainnya, perempuan berasal dari Karawang itu harus bekerja malam hari selama Ramadan, mengikuti pola pelayanan kesehatan di Riyadh yang sebagian besar beroperasi pada malam hari untuk menyesuaikan dengan aktivitas masyarakat selama bulan suci.
Sebagai perawat, Widiatun melaksanakan tugas malam dari pukul 20.00 hingga 02.00 waktu setempat, bertepatan dengan suasana kota yang tetap ramai. Meski harus bekerja malam, Widiatun merasakan keamanan dan kenyamanan bagi perempuan yang bekerja di jam-jam tersebut.
“Uniknya di Arab Saudi, selama bulan Ramadan, hanya bekerja selama 6 jam. Masya Allah, di negara Muslim ini sangat menghargai pekerja,” ujar Widiatun, seperti dikutip dari keterangan KBRI Riyadh, Senin 17 Maret 2025.
Ia menuturkan bahwa kegiatan masyarakat lebih ramai pada malam hari mulai dari ibadah tarawih, belanja, hingga berbuka bersama di berbagai tempat, menjadikan Riyadh terasa hidup dan semarak hingga dini hari.
Selama Ramadan, jam kerja Widiatun juga lebih fleksibel, yaitu hanya 6 jam per hari dari biasanya 8 jam, dan mendapatkan libur 1 hari dalam seminggu. Fleksibilitas ini memberinya kesempatan untuk tetap menjalankan ibadah puasa dengan baik, sekaligus beristirahat cukup.
Kisah Widiatun menjadi potret keteguhan dan semangat perempuan Indonesia yang mengabdi di luar negeri, sekaligus contoh bahwa perempuan Indonesia dapat berperan aktif dan aman di berbagai bidang, termasuk kesehatan, meski jauh dari tanah air.
“Selama bekerja di Arab Saudi, saya dapat ilmu-ilmu baru, teman-teman baru, yang pastinya nanti kita dapat aplikasikan ilmu ini ketika kembali ke tanah air,” ucap Widiatun.
Di bulan suci Ramadan, semangat pengabdian Widiatun menjadi inspirasi, tidak hanya bagi tenaga kesehatan, tetapi juga bagi masyarakat Indonesia di perantauan untuk terus berkarya dan berkontribusi, tanpa melupakan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan.