Menteri Agama (Menag), Nasaruddin Umar, meresmikan Sekolah Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (SETIAKIN) di Pangkalan Baru, Bangka Belitung. Dok Istimewa
Achmad Zulfikar Fazli • 19 November 2025 15:40
Bangka Belitung: Menteri Agama (Menag), Nasaruddin Umar, meresmikan Sekolah Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (SETIAKIN) di Pangkalan Baru, Bangka Belitung, Selasa, 18 November 2025. Ini merupakan Sekolah Tinggi Agama Khonghucu Negeri pertama di Indonesia.
Peresmian ini menandai langkah bersejarah bagi pendidikan keagamaan Khonghucu di Indonesia. Sekaligus menjadi penegasan komitmen pemerintah dalam mewujudkan pendidikan yang inklusif dan berkeadilan bagi seluruh umat beragama.
Menag mengutip pepatah kuno tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina. Dia berharap melalui jembatan penyeberangan yang diwujudkan SETIAKIN, para guru di kampus ini dapat mengambil ilmu dan kearifan dari Tiongkok, kemudian membagikan dan mengembangkannya kepada para mahasiswa.
Menag menyoroti tantangan utama bangsa Indonesia. Yaitu, bagaimana kohesi sosial antarumat beragama.
"Tantangan kita adalah bagaimana kohesi sosial antar umat beragama bisa terwujud dengan baik," ujar Menag sembari menegaskan perlunya menguatkan unsur spiritualitas dalam proses pendidikan, dilansir pada Rabu, 19 November 2025.
Menag menguraikan tiga poin deklarasi ajaran agama Khonghucu yang harus diinternalisasi civitas akademika SETIAKIN, yaitu Ren, Li, dan Ba De.
Pertama, Ren atau kasih sayang terhadap sesama. Ini adalah inti ajaran Konfusius yang mendorong umat untuk memperluas kasih sayang ke semua lapisan masyarakat demi terciptanya kedamaian.
"Ini berkaitan dengan bagaimana memproteksi humanisasi menggunakan pendekatan bahasa keagamaan, merawat lingkungan hidup dengan bahasa agama, dan melakukan penghormatan kepada orang tua," papar Menag.
Kedua, Li atau susila dan ritual. Ini mencakup aspek susila dalam perilaku, etika, dan norma sosial, serta ritual keagamaan yang teratur.
Menag menekankan larangan untuk mendengarkan, melihat, mengucapkan, atau melakukan hal-hal yang tidak susila, serta perlunya melaksanakan ritual peribadatan dengan tertib dan penuh hormat.
Ketiga, Ba De atau delapan Kebajikan. Ini merupakan penjabaran nilai-nilai moral. Delapan kebajikan tersebut meliputi, bakti, rendah hati, setia, dapat dipercaya, susila, keadilan, suci hati, dan tahu malu.
“Nilai-nilai ini harus menjadi pedoman perilaku dalam setiap hubungan sosial,” tegas dia.
Baca Juga:
Arah dan Langkah yang Sama Penting dalam Pengembangan Ekosistem Pendidikan Tinggi |