Thaksin Shinawatra. (EPA-EFE)
Riza Aslam Khaeron • 25 March 2025 16:08
Jakarta: Thaksin Shinawatra, mantan Perdana Menteri Thailand, resmi diangkat sebagai anggota Dewan Penasihat Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) pada Senin, 24 Maret 2025. Pengangkatan Thaksin diumumkan dalam konferensi pers di Jakarta oleh CEO Danantara, Rosan Perkasa Roeslani.
Rosan menyatakan bahwa nama-nama yang terpilih dalam jajaran pengurus Danantara, termasuk Thaksin, merupakan sosok dengan rekam jejak yang kuat di bidang ekonomi dan investasi.
"Ini adalah nama-nama terbaik yang mampu memberikan sinyal positif di pasar," ujar Rosan dalam konferensi pers tersebut.
Sebagai sosok yang pernah memimpin Thailand selama lebih dari lima tahun, rekam jejak Thaksin dalam mengelola ekonomi Thailand menjadi sorotan utama. Lantas, seberapa sukses ekonomi Thailand di bawah kepemimpinan Thaksin?
Kebangkitan Ekonomi Pasca Krisis Asia 1997
Thaksin Shinawatra menjabat sebagai Perdana Menteri Thailand pada Februari 2001 setelah partainya, Thai Rak Thai, memenangkan pemilu. Pada masa itu, Thailand masih berjuang untuk pulih dari dampak krisis finansial Asia tahun 1997–98 yang menghancurkan ekonomi negara tersebut.
Krisis tersebut menyebabkan kontraksi ekonomi besar-besaran, runtuhnya sistem perbankan, dan kejatuhan nilai tukar baht.
Thaksin berjanji untuk memulihkan ekonomi Thailand dengan cepat dan menghapus kemiskinan dalam satu dekade. Pemerintahannya memfokuskan kebijakan pada peningkatan investasi domestik dan asing, pemulihan sektor keuangan, serta program pengentasan kemiskinan.
Dalam lima tahun pertama kepemimpinannya, pertumbuhan ekonomi Thailand memang mengalami perbaikan, tetapi tidak spektakuler.
Menurut Peter Warr dalam
The Economy Under the Thaksin Government: Stalled Recovery, selama periode Thaksin (2001–2006), tingkat pertumbuhan rata-rata PDB Thailand hanya mencapai sekitar 5% per tahun.
Angka ini lebih tinggi dibandingkan masa krisis 1997–1999 yang mengalami kontraksi sebesar -2,5%, tetapi jauh lebih rendah dibandingkan tingkat pertumbuhan ekonomi pada periode "boom" tahun 1987–1996 yang mencapai 9,5% per tahun.
Strategi Investasi dan Peningkatan Ekonomi
Salah satu pilar utama kebijakan ekonomi Thaksin adalah menarik investasi asing dan meningkatkan investasi domestik. Pada masa Thaksin, tingkat investasi domestik memang meningkat, tetapi investasi asing langsung (FDI) justru mengalami penurunan tajam.
Melansir data yang telah direkapitulasi Warr, Pada tahun 2005, kontribusi investasi domestik mencapai 69,5?ri total investasi, sementara FDI hanya menyumbang 3,7%.
Thaksin juga memperkenalkan sejumlah program ekonomi pro-rakyat, termasuk:
- Program Kartu Kesehatan 30 Baht – Memberikan akses layanan kesehatan dengan biaya rendah bagi warga miskin.
- Penghapusan Utang Petani – Meringankan beban utang para petani kecil.
- Dana Desa (Village Fund) – Memberikan dana langsung ke desa-desa untuk mendorong pembangunan lokal.
Program ini berhasil meningkatkan konsumsi masyarakat dan mengurangi angka kemiskinan. Pada tahun 2004, tingkat kemiskinan Thailand turun menjadi 11,3?ri total populasi, jauh lebih rendah dibandingkan 21,3% pada tahun 2000.
Ketidakstabilan Politik dan Kegagalan Reformasi Struktural
Meski ekonomi Thailand membaik di bawah Thaksin, menurut Warr terdapat kelemahan struktural yang tidak terselesaikan. Pertumbuhan ekonomi masih sangat bergantung pada investasi domestik, sementara FDI tetap lemah. Tingkat kepercayaan investor asing terhadap stabilitas ekonomi Thailand belum sepenuhnya pulih pasca krisis 1997.
Ketidakstabilan politik juga memperburuk situasi ekonomi. Pada September 2006, Thaksin digulingkan melalui kudeta militer yang dipimpin oleh Jenderal Sonthi Boonyaratglin. Kudeta ini memicu ketidakpastian ekonomi dan memperlambat laju pertumbuhan.
Pada tahun 2006, tingkat pertumbuhan ekonomi Thailand hanya mencapai 5%, jauh di bawah rata-rata pertumbuhan negara-negara Asia lainnya.
Dampak Terhadap Kemiskinan dan Kesenjangan
Meski Thaksin dikenal sebagai pemimpin yang pro-rakyat, efektivitas kebijakannya dalam mengurangi kemiskinan masih dipertanyakan. Selama masa Thaksin melansir datar Warr, tingkat pengurangan kemiskinan per unit pertumbuhan PDB hanya mencapai 0,32, lebih rendah dibandingkan periode 1988–1996 yang mencapai 0,38.
Ketimpangan ekonomi juga tetap menjadi masalah serius. Koefisien Gini Thailand pada tahun 2004 tercatat di angka 0,499, mencerminkan ketimpangan pendapatan yang tinggi.
Kesimpulan: Thaksin Sukses atau Gagal?
Kebijakan ekonomi Thaksin Shinawatra selama masa pemerintahannya menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang moderat dan pengurangan kemiskinan yang signifikan. Namun, pertumbuhan tersebut lebih banyak ditopang oleh investasi domestik ketimbang investasi asing, yang mencerminkan ketidakpercayaan investor internasional.
Pengangkatan Thaksin sebagai penasihat Danantara pada 24 Maret 2025 memperlihatkan pengakuan atas keahliannya dalam mengelola ekonomi. Namun, keberhasilannya di masa depan akan sangat bergantung pada kemampuannya menarik investasi asing dan meningkatkan kepercayaan pasar, yang menjadi tantangan utama yang belum terselesaikan sejak masa pemerintahannya.