Riza Aslam Khaeron • 25 March 2025 11:25
Jakarta: Nama Thaksin Shinawatra kembali mencuat ke publik setelah diumumkan sebagai salah satu anggota Dewan Penasihat Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) pada Senin, 24 Maret 2025.
Penunjukan ini menuai kontroversi karena rekam jejak Thaksin yang sarat dengan tuduhan korupsi dan kejahatan politik selama menjabat sebagai Perdana Menteri Thailand.
Thaksin adalah mantan Perdana Menteri Thailand ke-23 yang menjabat dari 9 Februari 2001 hingga 19 September 2006. Meskipun dikenal karena kebijakan populisnya yang meningkatkan perekonomian Thailand, Thaksin juga memiliki rekam jejak kontroversial terkait kasus korupsi, pelanggaran hak asasi manusia, dan penyalahgunaan kekuasaan.
Kasus Penyembunyian Kekayaan (Stock Hiding Case)
Thaksin Shinawatra mulai menjabat sebagai Perdana Menteri Thailand pada 9 Februari 2001. Namun, jauh sebelum itu, Thaksin telah menghadapi tuduhan serius terkait penyembunyian kekayaan. Pada tahun 1997, saat menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri, Thaksin dituduh gagal melaporkan aset senilai sekitar 2,37 miliar baht (setara dengan 56 juta USD).
Kasus ini dikenal sebagai “Stock Hiding Case” karena Thaksin dituduh mentransfer kepemilikan saham kepada staf domestik dan perantara untuk menyembunyikan kepemilikannya, yang melanggar Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (B.E. 2542).
Sekretaris Jenderal Komisi Anti Korupsi Nasional (NACC), Klanarong Jantik, menegaskan bahwa meskipun definisi "harta pribadi" tidak dijelaskan secara eksplisit dalam konstitusi, tindakan Thaksin dianggap sebagai pelanggaran.
Namun, pada akhirnya Pengadilan Konstitusional memutuskan dengan suara tipis 8 banding 7 bahwa Thaksin tidak memiliki niat untuk melakukan pelanggaran tersebut. Putusan ini memicu kontroversi besar di masyarakat karena diduga adanya tekanan politik terhadap pengadilan.
Kasus Penjualan Saham Shin Corporation ke Temasek Holdings dan Kudeta
Salah satu skandal terbesar yang melibatkan Thaksin adalah penjualan saham Shin Corporation ke perusahaan Singapura, Temasek Holdings, pada 23 Januari 2006. Keluarga Shinawatra memperoleh keuntungan sebesar 73 miliar baht (sekitar 1,88 miliar USD) dari transaksi ini.
Penjualan ini memicu kemarahan publik karena saham yang dijual dianggap sebagai aset nasional yang seharusnya tidak boleh dijual ke pihak asing. Transaksi ini dilakukan dengan memanfaatkan celah hukum yang memungkinkan individu yang menjual saham di bursa efek tidak dikenakan pajak.
Tindakan ini memicu gelombang protes besar di Thailand yang dipimpin oleh Aliansi Rakyat untuk Demokrasi (PAD). Protes yang berlangsung selama berbulan-bulan berujung pada pembubaran parlemen oleh Thaksin pada 24 Februari 2006.
Pada 19 September 2006, saat Thaksin berada di New York untuk menghadiri sidang PBB, militer Thailand melakukan kudeta dan mengambil alih pemerintahan. Setelah kudeta, aset Thaksin senilai 76 miliar baht dibekukan dan partainya, Thai Rak Thai, dibubarkan oleh pengadilan.
Thaksin kembali ke Thailand pada 28 Februari 2008 setelah partai pendukungnya, People’s Power Party, memenangkan pemilu. Namun, ia melarikan diri dari Thailand setelah menghadiri Olimpiade Beijing pada 2008 dan dinyatakan bersalah oleh pengadilan Thailand di tahun yang sama.
Sejak saat itu hidup dalam pengasingan selama 15 tahun.Surat penangkapan internasional untuk Thaksin keluar tahun 2009.
Kasus Korupsi dan Penyalahgunaan Kekuasaan
Pada 26 Februari 2010, Mahkamah Agung Thailand menjatuhkan vonis bahwa Thaksin bersalah atas empat dari lima tuduhan korupsi kebijakan dan menyita 46 miliar baht dari asetnya. Tuduhan tersebut meliputi:
1. Konversi biaya konsesi telekomunikasi menjadi pajak cukai – Thaksin dianggap telah merugikan perusahaan negara TOT dengan mengalihkan pembayaran konsesi menjadi pajak cukai yang dibayarkan ke pemerintah.
2. Perjanjian pembagian pendapatan layanan prabayar – Thaksin mengubah ketentuan bagi hasil layanan prabayar yang menyebabkan kerugian TOT sebesar 14,2 miliar baht dari 2001 hingga 2006 dan potensi kerugian sebesar 56 miliar baht hingga 2015.
3. Perjanjian roaming antaroperator – Thaksin memungkinkan perjanjian roaming antaroperator yang menguntungkan perusahaan telekomunikasi tertentu.
4. Penggantian satelit ThaiCom 4 dengan iPSTAR – Thaksin diduga memberikan keistimewaan kepada ShinSat untuk mengganti satelit ThaiCom 4 dengan iPSTAR, yang meningkatkan nilai komersial ShinSat.
5. Pemberian pinjaman EXIM Bank ke Myanmar – Thaksin memfasilitasi pemberian pinjaman sebesar 376 juta baht dari EXIM Bank Thailand ke Myanmar untuk membayar layanan satelit dari ShinSat, yang dianggap sebagai konflik kepentingan.
Kampanye Perang Melawan Narkoba (War on Drugs)
Pada 14 Januari 2003, Thaksin meluncurkan kampanye “Perang Melawan Narkoba” yang bertujuan untuk memberantas peredaran narkoba dalam waktu tiga bulan. Kampanye ini menyebabkan 2.275 orang tewas dalam eksekusi di luar hukum (extrajudicial killings) dalam tiga bulan pertama.
Laporan dari Human Rights Watch menyatakan bahwa mayoritas korban tidak memiliki keterkaitan langsung dengan perdagangan narkoba dan hanya menjadi korban dari sistem blacklist yang dibuat pemerintah.
Thaksin membantah tuduhan tersebut dan menyatakan bahwa eksekusi tersebut dilakukan oleh jaringan narkoba untuk membungkam pelaku yang dianggap sebagai ancaman. Namun, penyelidikan oleh Human Rights Watch dan panel independen yang dibentuk setelah kudeta 2006 menyimpulkan bahwa pembunuhan tersebut merupakan hasil dari kebijakan brutal yang diprakarsai oleh Thaksin
.Selain itu, Thaksin juga mendapat kritik atas caranya menangani pemberontakan di wilayah selatan Thailand yang mayoritas berpenduduk Muslim. Pada tahun 2004, sebanyak 84 demonstran Muslim tewas akibat kekerasan aparat keamanan dalam insiden Tak Bai. Insiden ini memicu kritik keras dari organisasi hak asasi manusia internasional.
Kasus Suvarnabhumi Airport
Thaksin juga terlibat dalam dugaan korupsi terkait pembangunan Suvarnabhumi Airport, yang dibuka pada 28 September 2006, hanya satu minggu setelah Thaksin digulingkan dalam kudeta militer. Meskipun penyelidikan awal tidak menemukan bukti konkret atas korupsi, pengelolaan bandara tersebut dinilai sarat dengan konflik kepentingan.
Thaksin kembali ke Thailand pada 22 Agustus 2023, tetapi langsung ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Pada tahun 2024, ia menerima pengampunan kerajaan dan dibebaskan dari penjara.
Thaksin Shinawatra adalah sosok yang penuh kontroversi dalam sejarah politik Thailand. Di satu sisi, ia dikenal sebagai pemimpin yang berhasil meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan rakyat Thailand. Namun di sisi lain, rekam jejaknya dalam kasus korupsi, pelanggaran hak asasi manusia, dan penyalahgunaan kekuasaan menjadikannya tokoh yang kontroversial.