Eks Presiden Korsel Yoon Suk-yeol Disebut Rencanakan Darurat Militer Sejak 2023

Eks presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol. (Anadolu Agency)

Eks Presiden Korsel Yoon Suk-yeol Disebut Rencanakan Darurat Militer Sejak 2023

Willy Haryono • 15 December 2025 21:10

Seoul: Penasihat khusus Korea Selatan pada Senin, 15 Desember 2025, menyatakan bahwa mantan Presiden Yoon Suk-yeol telah mulai mempersiapkan dekret darurat militer yang diumumkannya pada 3 Desember 2024 sejak sekitar 14 bulan sebelumnya, tepatnya pada Oktober 2023.

Menurut tim penasihat khusus pimpinan Cho Eun-suk, Yoon telah mempertimbangkan penerapan darurat militer sejak menjabat pada 2022 dan melakukan persiapan lebih dari satu tahun, sebelum akhirnya mengumumkan darurat militer pertama di Korea Selatan dalam hampir 40 tahun.

Pernyataan tersebut disampaikan dalam konferensi pers hari ini, bertepatan dengan berakhirnya penyelidikan selama 180 hari, seperti dilaporkan The Korea Herald.

“Kami memastikan bahwa Yoon, Kim, dan (mantan Komandan Kontraintelijen) Yeo In-hyung melakukan operasi militer yang tidak lazim pada Oktober 2024 untuk memancing respons militer dari Korea Utara, guna memperoleh pembenaran penerapan darurat militer,” kata Cho. Ia menuding adanya rencana memanfaatkan ancaman dari Korea Utara sebagai alasan untuk memberlakukan darurat militer.

Skema Darurat Militer

Tim penasihat khusus telah mendakwa 27 orang terkait upaya singkat penerapan darurat militer tersebut, termasuk sejumlah mantan anggota kabinet Yoon.

Sebelumnya, Yoon telah didakwa atas tuduhan memimpin pemberontakan dan penyalahgunaan kekuasaan. Setelah tim penasihat khusus dibentuk, dakwaan terhadapnya diperluas mencakup perintangan proses hukum, membantu musuh, serta sumpah palsu.

“Penyelidikan mengonfirmasi bahwa (Yoon) mengumumkan darurat militer dengan tujuan menghentikan aktivitas politik dan Majelis Nasional melalui kekuatan militer, mengambil alih kekuasaan legislatif dan yudikatif melalui badan legislatif darurat, serta menyingkirkan pihak-pihak yang menentangnya demi memonopoli dan mempertahankan kekuasaan,” ujar Cho kepada wartawan.

Asisten penasihat khusus Park Ji-young menambahkan bahwa Yoon tampaknya meyakini penguasaan seluruh kekuasaan akan menyelesaikan semua masalah.

“Tujuan utama darurat militer adalah monopoli kekuasaan, agar bisa melakukan apa pun yang ia inginkan. Kami meyakini ini juga mencakup upaya menyelesaikan risiko hukum terkait dirinya dan istrinya,” kata Park.

Kasus Suap Geraja Unifikasi Korea Selatan

Secara terpisah, kepolisian Korea Selatan pada Senin menetapkan pemimpin Gereja Unifikasi, Han Hak-ja, sebagai tersangka dalam penyelidikan dugaan suap yang melibatkan politisi dari partai berkuasa maupun oposisi, lapor Yonhap News mengutip pejabat terkait.

Han, yang saat ini ditahan dan menjalani persidangan atas dugaan pemberian hadiah mewah kepada mantan ibu negara Kim Keon Hee—istri Yoon—diduga menyuap sejumlah politisi dan melanggar Undang-Undang Dana Politik.

Di hari yang sama, pengadilan Korea Selatan menjatuhkan vonis dua tahun penjara kepada pensiunan Mayor Jenderal Angkatan Darat Noh Sang-won karena mengumpulkan data pribadi perwira intelijen militer terkait dekret darurat militer tahun lalu. Putusan ini menjadi hukuman pertama dalam perkara yang ditangani penasihat khusus.

Majelis Nasional Korea Selatan membatalkan penerapan darurat militer tersebut sekitar enam jam setelah diumumkan pada tahun lalu. Yoon kemudian dimakzulkan dan diskors dari jabatannya pada 14 Desember.

Pada Januari, Yoon ditangkap dan didakwa memimpin pemberontakan, menjadikannya presiden pertama yang masih menjabat saat ditahan. Setelah dibebaskan pada Maret, ia kembali ditangkap pada Juli dan hingga kini masih ditahan.

Mahkamah Konstitusi secara resmi mencopot Yoon dari jabatannya pada April.

Baca juga:  Eks Presiden Korsel Yoon Suk-yeol Diduga Sengaja Picu Ketegangan dengan Korut

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
(Willy Haryono)