Kejagung Selamatkan Uang Negara Rp6,6 Triliun, Praktisi Hukum Angkat Topi

Jaksa Agung ST Burhanuddin membeberkan Rp6,6 triliun uang negara yang diselamatkan. Foto: Tangkapan layar

Kejagung Selamatkan Uang Negara Rp6,6 Triliun, Praktisi Hukum Angkat Topi

M Sholahadhin Azhar • 26 December 2025 15:53

Jakarta: Praktisi hukum Irfan Aghasar mengapresiasi kerja Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam menyelamatkan keuangan negara. Hal itu disampaikan Irfan, merespons sindiran Indonesia Corruption Watch (ICW) kepada Kejagung yang memamerkan Rp6,6 triliun hasil menyelamatkan keuangan negara. 

Irfan menyatakan penyelamatan keuangan negara oleh Kejagung tidak mudah. Banyak tantangan yang dihadapi. Bahkan, tak jarang Kejagung harus menghadapi perlawanan dari pengusaha nakal. 

“Tentunya apa yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung RI haruslah kita apresiasi sebagai bagian dari upaya melakukan penyelamatan keuangan negara di tengah banyaknya tantangan dan perlawanan yang dilakukan oleh oknum-oknum pengusaha nakal,” kata Irfan dalam keterangannya, Jumat, 26 Desember 2025.
 


Irfan membeberkan tantangan yang dihadapi aparat tidak mudah dan tidak sesederhana yang terlihat di permukaan. Sebab, pemulihan aset negara bukan sekadar menyita lalu melelang. Terdapat proses panjang dan penuh kendala hukum yang harus dilalui aparat. 

Misal, banyak aset yang disita ternyata masih terikat hak tanggungan dengan pihak perbankan. Akibatnya, Kejagung tdak bisa langsung mengeksekusi atau melepas aset tersebut tanpa menyelesaikan status hukumnya terlebih dahulu.

“Ketika sebuah aset masih berada dalam ikatan hak tanggungan, Kejaksaan Agung RI tidak bisa bertindak sepihak. Ada hak pihak lain yang harus dihormati. Bila dipaksa, justru akan memicu sengketa baru yang merugikan negara,” kata Irfan.

Bukan hanya itu, kendala lain muncul dari perlawanan pihak ketiga. Misalnya, melalui gugatan perdata. Ada pihak yang datang mengaku sebagai pemilik sah, ada yang mengaku pembeli sebelum perkara terjadi, bahkan ada yang mengaku pewaris dan meminta perlindungan hukum.

Gugatan-gugatan ini, lanjut Irfan, harus dihadapi di meja persidangan, lengkap dengan penyusunan jawaban, bukti, dan argumentasi untuk mempertahankan aset bagi negara.

“Ketika kejaksaan hadir di persidangan untuk mempertahankan aset, waktu yang terpakai bukan karena diam, tetapi karena sedang bekerja. Mempertahankan aset itu bagian dari penyelamatan keuangan negara,” kata Irfan.

Untuk itu, Irfan menegaskan, tidak tepat jika ada kesan Kejagung tidak bekerja serius. Menurutnya, penyidik dan jaksa telah mengawal proses sejak awal penyidikan hingga tahap akhir penjualan aset sitaan. Kejagung juga harus memastikan aset tidak dialihkan, menjaga nilai ekonomisnya, dan mendorong hasil lelang benar-benar kembali ke kas negara.

“Kerja para jaksa tidak hanya di ruang sidang. Mereka ada di lapangan, memeriksa, menindak, mengawal aset, bahkan mengamankan agar tidak dipindahkan diam-diam. Kerja itu nyata, meski tidak selalu terlihat kamera,” ungkapnya.

Presiden Prabowo Subianto dan Jaksa Agung ST Burhanuddin (tengah). Foto: Dok. BPMI Sekretariat Presiden.


“Kritik yang baik harus lahir dari pemahaman yang mendalam dan data yang valid. Kita juga ingin melihat penegakan hukum semakin kuat dan adil, bukan semakin lemah karena tekanan-tekanan yang tidak berdasar.” tegasnya.

Irfan mengajak semua pihak untuk mengawal penegakan hukum khususnya terkait penyelamatan aset/keuangan negara dengan sikap adil dan melihat persoalan berdasarkan kenyataan lapangan.

“Kalau kita ingin negara ini maju, mari mengkritik dengan dasar, menilai dengan jernih, dan mendukung langkah yang benar. Karena penyelamatan aset negara bukan sekadar tugas Kejaksaan RI karena ini kepentingan kita bersama sebagai warga bangsa.” katanya.

Diketahui, Kejagung memamerkan uang tunai Rp 6,6 triliun saat penyerahan hasil kerja Satgas PKH ke negara di Gedung Bundar, Kejagung, Jakarta, Rabu (24/12/2025). Acara itu turut dihadiri Presiden Prabowo Subianto. 

Uang tunai itu terdiri dari keberhasilan Satgas PKH menagih denda administratif sebesar Rp 2,34 triliun yang berasal dari 20 perusahaan sawit dan satu perusahaan tambang nikel. Sisanya, sebanyak Rp 4,28 triliun merupakan hasil penanganan perkara korupsi CPO dan importasi gula.

Selain itu, sepanjang 2025, Satgas PKH telah menguasai kembali lahan seluas total 4,08 juta hektare atau tepatnya 4.081.560,58 hektare. Dari jumlah itu, sebanyak 896.969,143 hektare diserahkan Satgas PKH kepada negara. 

Jaksa Agung ST Burhanuddin memerinci, lahan seluas 240.575,383 hektare dari 124 subjek hukum yang tersebar di enam provinsi diserahkan Satgas PKH kepada kementerian/ lembaga terkait yang kemudian diserahkan ke PT Agrinas Palma Nusantara untuk dikelola. 

Selanjutnya, lahan kawasan hutan konservasi seluas 688.427 hektare yang tersebar di sembilan provinsi diserahkan kepada Kementerian Kehutanan untuk dilakukan pemulihan kembali.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
(M Sholahadhin Azhar)