Ilustrasi. FOTO: RBS
Angga Bratadharma • 13 July 2023 14:20
New York: Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan utang publik global melonjak ke rekor USD92 triliun pada 2022. Hal itu terjadi karena pemerintah melakukan pinjaman untuk melawan krisis seperti pandemi covid-19, dengan beban yang sangat dirasakan oleh negara-negara berkembang.
Utang dalam dan luar negeri di seluruh dunia telah meningkat lebih dari lima kali lipat dalam dua dekade terakhir, melampaui tingkat pertumbuhan ekonomi, dengan produk domestik bruto hanya tiga kali lipat sejak 2002, menurut laporan, yang dirilis menjelang pertemuan para menteri keuangan G20 dan gubernur bank sentral pada 14-18 Juli.
Negara-negara berkembang berutang hampir 30 persen dari utang publik global, yang 70 persennya diwakili oleh Tiongkok, India, dan Brasil. Sebanyak 59 negara berkembang menghadapi rasio utang terhadap PDB di atas 60 persen –ambang batas yang menunjukkan tingkat utang yang tinggi.
"Utang telah diterjemahkan menjadi beban besar bagi negara-negara berkembang karena terbatasnya akses ke pembiayaan, meningkatnya biaya pinjaman, devaluasi mata uang, dan pertumbuhan yang lambat," kata laporan PBB, dikutip dari The Business Times, Kamis, 13 Juli 2023.
Selain itu, arsitektur keuangan internasional membuat akses ke pembiayaan untuk negara-negara berkembang menjadi tidak memadai dan mahal, kata PBB, menunjuk pada pembayaran utang bunga bersih yang melebihi 10 persen dari pendapatan untuk 50 negara berkembang di seluruh dunia.
"Di Afrika, jumlah yang dihabiskan untuk pembayaran bunga lebih tinggi daripada pengeluaran untuk pendidikan atau kesehatan," laporan PBB.
Adapun PBB menemukan 3,3 miliar orang yang tinggal di negara-negara yang membelanjakan lebih banyak untuk pembayaran bunga utang daripada kesehatan atau pendidikan. "Negara-negara menghadapi pilihan yang mustahil untuk membayar utang mereka atau melayani rakyat mereka," pungkas PBB.