Industri penerbangan Malaysia. Foto: Unsplash.
Kuala Lumpur: Industri penerbangan Malaysia di era pascapandemi menghadapi berbagai tantangan, mulai dari menjaga harga tiket tetap terjangkau, terutama selama musim perayaan ketika margin keuntungan sangat tipis.
Menteri Transportasi Malaysia Anthony Loke menyoroti tiket penerbangan yang terjangkau sebagai masalah besar terutama bagi negaranya dimana 50 persen pergerakan lalu lintasnya adalah perjalanan domestik.
Kuala Lumpur baru-baru ini mulai memberlakukan patokan harga tertinggi pada tiket pesawat untuk penerbangan domestik sesaat sebelum musim perayaan, agar terjangkau bagi warga Malaysia yang melakukan perjalanan pulang ke kampung halamannya. Namun hal ini akan mengikis profitabilitas maskapai penerbangan yang sudah sangat rendah.
"Pemerintah Malaysia harus menyeimbangkan kepentingan industri dengan kebutuhan sosial," kata Loke dikutip dari
Business Insider, Selasa, 20 Februari 2024.
Oleh karena itu, ada baiknya perbedaan antara harga tiket pesawat yang seharusnya dikenakan oleh maskapai penerbangan tanpa campur tangan negara dan batasan harga yang diberlakukan.
Ia juga menyatakan kebutuhan industri untuk terus berinvestasi pada infrastruktur bandara akan membuat mekanisme pendanaan sangat penting bagi investor untuk mendapatkan kembali investasi mereka.
“Kita harus mencapai keseimbangan agar sektor swasta bisa memimpin, dan pada saat yang sama mengurangi beban pemerintah,” kata Loke.
gangguan rantai pasokan
Dalam sesi yang diadakan di Sands Expo and Convention Centre, Direktur Jenderal Asosiasi Transportasi Udara Internasional Willie Walsh berbicara tentang tantangan perencanaan yang dihadapi banyak maskapai penerbangan karena gangguan rantai pasokan untuk pengadaan mesin.
Dia juga menyuarakan rasa frustrasinya terhadap maskapai penerbangan yang tidak mampu menawarkan kapasitas yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan karena kekurangan suku cadang yang disebabkan oleh gangguan rantai pasokan.
"Sejumlah besar pesawat diperkirakan akan tetap dilarang terbang hingga tahun 2025," kata Walsh.
Selain kekurangan pesawat, industri ini menghadapi kekurangan tenaga kerja. Industri penerbangan membutuhkan sekitar 480.000 teknisi untuk merawat pesawat dan sekitar 350.000 pilot pada 2026.
Walsh mencatat bahwa industri ini belum berhasil meyakinkan lebih banyak perempuan untuk bergabung sebagai teknisi, mekanik, insinyur, dan pilot.