Pesan Renie Korban Selamat Banjir Bandang Pidie Jaya: Jangan Tebangi Hutan Kami Lagi

Reni, warga Desa Beurawang, Kecamatan Meureudu, Kabupaten Pidie Jaya, Aceh. Foto: Metrotvnews.com/Fajri Fatmawati

Pesan Renie Korban Selamat Banjir Bandang Pidie Jaya: Jangan Tebangi Hutan Kami Lagi

Fajri Fatmawati • 30 November 2025 13:39

Pidie: Desa Beurawang di Kecamatan Meureudu, Kabupaten Pidie Jaya, Aceh, masih menyisakan luka yang dalam. Di balik tumpukan rongsokan kayu dan lapisan lumpur yang mirip bekas tsunami kecil, tersembunyi kisah heroik dan pilu seorang ibu untuk mempertahankan nyawa anaknya.

Reni, 47, warga desa tersebut, masih trauma mengingat malam mengerikan ketika banjir bandang menerjang. Bencana itu jauh berbeda dari banjir tahunan yang biasa melanda.

“Ini luar biasa. Lebih dari tahun-tahun sebelumnya. Bukan banjir, tapi lumpur. Seperti tsunami kecil,” kenang Reni dengan suara bergetar, saat berbincang dengan tim Metrotvnews.com di posko pengungsian komplek kantor Bupati Pidie Jaya, Minggu, 30 November 2025.

Kronologi keselamatannya bagai sebuah mukjizat. Semuanya berawal Jumat dini hari pukul 03.00 WIB. Saat listrik padam dan rumah tetangga mulai hanyut, Reni dan anak perempuannya yang masih duduk di bangku kelas 2 SMP terpaksa memanjat atap rumah.

“Kami lompat ke bawah, berenang, cari pertolongan,” ujarnya.

Pertolongan pertama datang dari sebatang pohon rambutan. Dari pukul 05.30 pagi hingga 11.00 siang, ibu dan anak itu bertahan di atasnya, basah kuyup dan menggigil. Kaki Reni terluka.

“Orang-orang tidak bisa menolong, airnya terlalu kencang,” ungkapnya.
 

Saat harapan hampir pupus, genggaman tangan merekalah yang saling menyelamatkan. Dengan pertolongan keluarga yang menali dan menarik mereka, Reni dan putrinya akhirnya berhasil mencapai rumah panggung yang lebih aman.

Di sana, mereka bersama 20 orang lainnya, termasuk bayi-bayi, bertahan selama dua hari dua malam tanpa makanan. Mereka hanya mengandalkan beras mentah dan air hujan untuk tetap hidup.

“Baru Jumat sore kami ditolong, ada yang kasih makanan, kasih roti,” kenangnya.

Namun, di balik rasa syukur, duka mendalam menghantui. Saat evakuasi, ayahnya yang sakit tidak bisa jalan sempat diselamatkan Tim SAR menggunakan perahu karet. Di tengah jalan, mesin perahu tiba-tiba mati.

“Mesin boat Tim SAR mati, Bapak jatuh dan terluka,” ujar Reni sambil menunjuk luka di tubuh sang ayah.


Santri dari Dayah Mudi Samalanga, Kabupaten Bireuen, tewas hanyut terbawa arus banjir. Foto: Istimewa

Ditanya tentang kebutuhannya saat ini, Reni dengan rendah hati hanya meminta kasur dan bantal untuk ayahnya. “Tapi yang penting kami selamat. Kalau rumah, kami tidak pikir lagi, yang penting nyawa kami selamat,” katanya.

Dari balik kesederhanaan, Reni menyampaikan pesan tegas. Ia menduga kuat banjir bandang ini berkaitan dengan kerusakan hutan di wilayahnya. "Kepada pemerintah, tolonglah perhatikan kami yang warga kecil. Tolong jangan tebang-tebangin lagi hutan. Kami yang orang kecil susah. Ini kan gara-gara hutan, kayu kebanyakan dipotong. Kami yang rakyat kecil yang kena. Itu saja harapannya, kalau bisa jangan banjir lagi setiap tahun. Tolong dirapikan Pidie Jaya ini. Perhatikan rakyat kecil," ungkapnya penuh harap.

Momen paling mengharukan bagi Reni adalah detik-detik ia harus melompat dari atap rumah, tanpa kepastian akan keselamatan. “Waktu aku loncat, aku bilang sama anak aku, ‘Dek, adek jangan turun dulu ya. Siapa tahu mama duluan yang meninggal’,” ujarnya, menahan isak.

"Enggak, enggak," jawab sang anak kala itu.

"Kalau mama duluan yang meninggal, adek jangan loncat," pesan Reni kepada putrinya.

Ia mengaku lemas dan kehilangan harapan saat menyaksikan rumahnya yang tertimbun lumpur. “Waktu duduk sendiri, bayang-bayang kejadian itu selalu ada,” tutupnya.

Air mata yang tak terbendung mengalir membasahi pipinya, melukiskan luka batin yang mungkin lebih dalam dari luka di kakinya. Bagi Reni, harta bisa dicari kembali. Namun, 36 jam bergantung di pohon rambutan dan genggaman erat tangan anaknya di tengah amuk arus, adalah pengalaman yang mengajarkan betapa berharganya nyawa dan betapa rentannya kehidupan warga kecil di hadapan murka alam.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
(Whisnu M)