Prajogo Pangestu. Foto: Dokumen Barito Pasific
Eko Nordiansyah • 28 November 2025 12:30
Jakarta: Di balik deretan nama-nama orang terkaya di Asia Tenggara, tersimpan strategi bisnis yang akhirnya berhasil membawa mereka hingga berada dalam daftar miliarder. Strategi tersebut tidak hanya membuat mereka kaya, namun juga mampu bertahap sebagai raksasa bisnis lintas generasi.
Terdapat lima miliarder terkaya di Asia Tenggara dengan total kekayaan bersih secara kolektif mencapai USD132,6 miliar. Para miliarder ini berasal dari sektor-sektor yang berbeda, mulai dari pertambangan batu bara, komoditas, hingga real estat.
Berikut merupakan lima miliarder terkaya di Asia Tenggara dan cerita di balik kesuksesannya, dilansir VNExpress:
Prajogo Pangestu adalah miliarder Indonesia sekaligus pendiri Barito Pacific, salah satu grup petrokimia terbesar di Tanah Air. Dengan kekayaan bersih yang mencapai USD16,6 miliar-USD46,3 miliar, ia menjadi sosok terkaya di Asia Tenggara. Terlahir di Sambas, Kalimantan Barat, sebagai anak penyadap karet, Prajogo sempat putus sekolah dan bekerja serabutan—dari sopir hingga penjual terasi dan ikan asin—sebelum terjun ke bisnis kayu yang membuatnya dijuluki “Raja Kayu”.
Kerja keras dan ketekunannya membawanya mendirikan Barito Pacific Timber pada 1979, yang kemudian berkembang ke pulp, kertas, hospitality, dan akhirnya bertransformasi ke energi serta petrokimia. Langkah besar terjadi pada 2007 ketika Barito Pacific mengakuisisi mayoritas saham Chandra Asri Petrochemical. Pada usia 81 tahun, Prajogo berhasil menembus posisi ke-37 orang terkaya di dunia.
Low Tuck Kwong merupakan miliarder Indonesia yang lahir di Singapura pada 1948. Ia memulai kariernya dengan membantu bisnis konstruksi ayahnya pada usia 14 tahun sebelum merantau ke Indonesia. Proyek pertamanya di Indonesia adalah sebagai kontraktor pembangunan pabrik es krim di kawasan Ancol, Jakarta. Kemudian Ia juga ikut mendirikan Jaya Sumpiles Indonesia sebelum akhirnya beralih menjadi kontraktor tambang batu bara pada 1988.
Untuk dapat memiliki konsesi tambang, pada 1992 Ia memutuskan menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) dan mengakuisisi tambah pertamanya lima tahun kemudian. Pada 2004, Low mendirikan Bayan Resources yang kini menjadi salah satu raksasa batu bara Indonesia dan melantai di bursa sejak 2008.
Selain tambang, Ia memiliki saham di The Farrer Park Company dan memimpin SEAX Global, perusahaan kabel laut regional. Kekayaannya kini mencapai USD24,4 miliar, menempatkannya di peringkat 99 dunia.
Baca Juga :

(Ilustrasi. Foto: Dok Metrotvnews.com)
Sukanto Tanoto merupakan miliarder Indonesia sekaligus pendiri pendiri Royal Golden Eagle (RGE), konglomerat berbasis di Singapura yang bergerak di energi, minyak sawit, tekstil, dan kehutanan. Adapun unit-unit utama RGE meliputi Sateri (serat viscose), APRIL dan Asia Symbol (produk kehutanan), Apical (perdagangan minyak sawit), serta Vinda (produk tisu) dengan total pendapatan miliaran dolar pada 2023–2024.
Sukanto lahir dari keluarga imigran Tiongkok asal Fujian pada 1949. Tanoto memulai kariernya di bisnis keluarganya pada usia 17 tahun kemudian mengambil alih perusahaan setelah ayahnya meninggal. Ia memperluas bisnisnya pada 1970-an mengikuti tren harga minyak dan kemudian merambah perkebunan sawit. Saat ini, Tanoto tinggal di Singapura dengan kekayaan USD20,8 miliar dan berhasil menempati peringkat ke-116 orang terkaya dunia.
Robert Kuok telah lama menjadi orang terkaya di Malaysia dan kini Ia menempati peringkat ke-4 orang terkaya se-Asia Tenggara serta peringkat ke-118 di dunia dengan total kekayaan mencapai USD20,7 miliar. Kuok lahir di Johor, Malaysia pada 1923, Ia merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara dan ayahnya merupakan imigran asal Fujian yang bekerja sebagai pedagang komoditas pertanian.
Kuok mewarisi bisnis distribusi beras milik keluarganya pada 1948 dan memperluas usaha ke gula, tepung, serta berbagai komoditas lainnya melalui Kuok Group. Ia pernah menguasai sekitar 10 persen pasar gula dunia sehingga dijuluki “Raja Gula Asia”. Saat ini, Kuok Group mencakup Wilmar International, jaringan hotel Shangri-La, dan berbagai aset di bawah Kuok (Singapore), Kuok Brothers, dan Kerry Group di Hong Kong.
Pham Nhat Vuong merupakan miliarder asal Hanoi, Vietnam yang lahir pada 1968. Ia menumpuk pendidikan di Universitas Pertambangan dan Geologi Hanoi sebelum melanjutkan ke Moscow Geological Prospecting Institute. Setelah lulus pada 1993, Ia pindah ke Ukraina dan mendirikan Technocom, produsen mi instan Mivina yang menguasai 97 persen pasar makanan instan Ukraina pada 2004, kemudian dijual ke Nestlé seharga USD150 juta pada 2010.
Sejak 2000-an, Vuong berfokus di Vietnam dengan mendirikan Vincom dan Vinpearl, lalu mengubah Technocom menjadi Vingroup pada 2009. Di bawah Vingroup, ia meluncurkan Vinhomes (properti), Vinmec (kesehatan), Vinschool (pendidikan), dan VinFast (kendaraan listrik). Saat ini, Vuong berusia 57 tahun dan berhasil menjadi orang terkaya Vietnam dengan kekayaan USD20,4 miliar dan menempati posisi ke-119 dunia.
Kisah Prajogo Pangestu, Low Tuck Kwong, Sukanto Tanoto, Robert Kuok, dan Pham Nhat Vuong membuktikan bahwa kesuksesan dan kekayaan sejatinya tidak datang secara instan. Semua membutuhkan kerja keras yang konsisten, keberanian untuk mengambil risiko, kemampuan membaca peluang, serta ketekunan menghadapi tantangan dan kegagalan.
Dari memulai usaha kecil atau mewarisi bisnis keluarga hingga membangun imperium multinasional, perjalanan mereka menunjukkan bahwa kekayaan lahir dari proses panjang, keberanian untuk mencoba hal baru, dan perjuangan yang sungguh-sungguh bukan sekadar keberuntungan. (Alfiah Ziha Rahmatul Laili)