Sejarah Panjang Malioboro, dari Jalan Keraton hingga Diakui Dunia

Papan Jalan Malioboro Yogyakarta. Metrotvnews.com/Ahmad Mustaqim

Sejarah Panjang Malioboro, dari Jalan Keraton hingga Diakui Dunia

Silvana Febiari • 27 December 2025 12:09

Yogyakarta: Malioboro merupakan salah satu kawasan paling ikonik di Kota Yogyakarta yang dikenal luas sebagai pusat aktivitas sosial, ekonomi, hingga budaya. Keberadaannya bukan sekadar tempat berbelanja atau destinasi wisata, melainkan sebuah tempat yang menyimpan nilai sejarah.

Pesona sejarah tersebut terpancar melalui deretan bangunan tua yang masih berdiri kokoh di sepanjang jalan utama ini. Mulai dari kemegahan Gedung Agung dan Museum Benteng Vredeburg, Kantor Pos Besar, Pasar Beringharjo, Stasiun Tugu, serta hotel-hotel bersejarah yang masih terjaga keasliannya.

Asal-Usul Nama

Menurut Wikipedia, terdapat beberapa teori mengenai asal nama "Malioboro". Teori yang paling kuat merujuk pada bahasa Sanskerta, yakni Malyabhara, yang memiliki arti "dihiasi karangan bunga". Makna ini sangat relevan dengan fungsi historis jalan tersebut yang dulunya selalu dipenuhi bunga setiap kali Keraton menggelar prosesi penyambutan tamu besar atau perayaan penting.
Ada pendapat bahwa nama ini diambil dari gelar John Churchill, 1st Duke of Marlborough (1650–1722), seorang jenderal Inggris. Namun, teori ini dibantah oleh sejarawan Peter Carey karena Malioboro sudah menjadi jalan utama kesultanan jauh sebelum pengaruh Inggris masuk secara mendalam.

Pada abad ke-19 hingga awal abad ke-20, jalan ini sempat berubah nama menjadi "Margaraja", yang berarti jalan bagi tamu-tamu kerajaan menuju kediaman raja (keraton). Nama tersebut diberikan sesuai fungsi awal dari Malioboro yang menjadi jalan utama Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat

Pendirian Malioboro

Malioboro didirikan bersamaan dengan pembangunan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat pada tahun 1755 oleh Sultan Hamengkubuwana I. Secara tata kota, jalan ini bukan sekadar jalan biasa, melainkan bagian dari Sumbu Filosofi Yogyakarta.

Sejak awal, Jalan Malioboro dirancang sebagai bagian dari sumbu imajiner utara-selatan yang menghubungkan Pantai Parangkusumo, Keraton Yogyakarta, hingga Gunung Merapi. Jalur ini membentang dari kawasan keraton menuju arah utara sampai ke Tugu Yogyakarta. 

Sebagai salah satu elemen terpenting, jalan ini menjadi garis imajiner sakral yang menyatukan keraton dengan Gunung Merapi sesuai dengan konsep sumbu filosofi kota. Saat itu, jalan ini berfungsi sebagai jalan utama kerajaan (rajamarga) untuk kegiatan seremonial kesultanan.

Malioboro mulai ramai pada era kolonial 1790 saat pemerintah Belanda membangun Benteng Vredeburg pada tahun 1790 di ujung selatan jalan ini. Selain membangun benteng, Belanda juga membangun Sociëteit Militaire (yang kini menjadi Gedung Senisono/kawasan sekitar Benteng Vredeburg) tahun 1822, Kediaman Gubernur Belanda tahun 1830, Bank Java dan Kantor Pos tak lama setelahnya. 

Setelah itu, Malioboro berkembang kian pesat karena perdagangan antara orang Belanda dengan pedagang Tionghoa. Pada 1887, Jalan Malioboro dibagi menjadi dua dengan didirikannya tempat pemberhentian kereta api yang kini bernama Stasiun Tugu.


Jalan Malioboro pada awal abad ke-20. Dokumentasi/Wikipedia

Saksi Bisu Perjuangan Kemerdekaan 

Malioboro menjadi saksi bisu perjuangan bangsa Indonesia, terutama ketika Yogyakarta menjadi ibu kota sementara Republik Indonesia. Di ujung jalan ini berdiri Gedung Agung yang saat itu menjadi pusat pemerintahan serta tempat tinggal Presiden Soekarno.

Salah satu peristiwa paling bersejarah adalah Serangan Umum 1 Maret 1949, di mana pasukan Indonesia menjadikan Malioboro sebagai medan tempur utama. Pasukan TNI berhasil menguasai kawasan ini dan menduduki kota selama enam jam untuk mematahkan klaim Belanda dan menunjukkan eksistensi Indonesia kepada dunia internasional.

Wajah Malioboro di Era Modern

Malioboro kini telah bertransformasi sepenuhnya menjadi ikon pariwisata dan ruang interaksi budaya yang dinamis. Melalui berbagai upaya revitalisasi, termasuk penataan kawasan bagi pejalan kaki, jalan ini tetap mempertahankan jiwanya sebagai ruang publik tempat pertemuan tradisi, sejarah, dan modernitas.

Pada 18 September 2023, kawasan Malioboro bersama Tugu Yogyakarta, Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Panggung Krapyak ditetapkan menjadi situs warisan dunia oleh Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam Sidang Luar Biasa ke-45 Komite Warisan Dunia di Riyadh, Arab Saudi.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
(Silvana Febiari)