Warga Palestina merayakan gencatan senjata Hamas-Israel. Foto: The New York Times
Fajar Nugraha • 17 January 2025 08:03
Doha: Gencatan senjata Jalur Gaza harus dimulai pada Minggu 19 Januari 2024 sesuai rencana. Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken menyebutkan kesepakatan harus berjalan meskipun para negosiator perlu menyelesaikan ‘masalah’ di menit-menit terakhir.
Dengan adanya perpecahan yang sudah berlangsung lama di antara para menteri, Israel menunda pertemuan Kabinet untuk meratifikasi gencatan senjata dengan Hamas. Laporan media mengatakan pemungutan suara dapat dilakukan pada Jumat atau bahkan Sabtu, meskipun kesepakatan tersebut diharapkan akan disetujui.
Israel menyalahkan kelompok Hamas tersebut atas penundaan tersebut, bahkan ketika pesawat tempur Israel menggempur Gaza dalam beberapa serangan paling intens selama berbulan-bulan. Otoritas Palestina mengatakan sedikitnya 86 orang tewas pada hari itu sejak gencatan senjata diumumkan.
Pejabat senior Hamas Izzat el-Reshiq mengatakan, mereka tetap berkomitmen pada kesepakatan gencatan senjata, yang dijadwalkan mulai berlaku mulai Minggu untuk menghentikan pertumpahan darah selama 15 bulan.
"Tidak mengherankan bahwa dalam proses dan negosiasi yang penuh tantangan dan ketegangan ini, Anda mungkin mendapatkan jalan buntu," kata Blinken dalam konferensi pers di Washington, seperti dikutip Anadolu, Jumat 17 Januari 2025.
"Kami sedang menyelesaikan jalan buntu itu saat kita berbicara,” imbuh Blinken.
Seorang pejabat AS, yang berbicara dengan syarat anonim, mengatakan para pihak membuat kemajuan yang baik dalam mengatasi hambatan-hambatan di menit-menit terakhir. "Saya pikir kita akan baik-baik saja," kata pejabat itu kepada Reuters.
Sebelumnya pejabat itu mengatakan satu-satunya perselisihan yang tersisa adalah mengenai identitas beberapa tahanan yang ingin dibebaskan Hamas. Utusan Presiden Joe Biden dan Presiden terpilih Donald Trump berada di Doha dengan mediator Mesir dan Qatar yang bekerja untuk menyelesaikannya, kata pejabat itu.
Di dalam Gaza, kegembiraan atas gencatan senjata berubah menjadi kesedihan dan kemarahan atas pengeboman yang semakin intensif setelah pengumuman tersebut.
Suara Tamer Abu Shaaban bergetar saat ia berdiri di samping tubuh mungil keponakannya yang masih kecil yang terbungkus kain kafan putih di lantai keramik kamar mayat Kota Gaza. Ia terkena pecahan peluru dari rudal saat bermain di halaman sekolah tempat keluarga itu berlindung, katanya.
"Apakah ini gencatan senjata yang mereka bicarakan? Apa yang dilakukan gadis muda ini, anak ini, hingga pantas menerima ini? Apa yang dilakukannya hingga pantas menerima ini? Apakah ia memerangi Anda, Israel?" tanya Shaaban.
Kesepakatan gencatan senjata muncul pada hari Rabu setelah mediasi oleh Qatar, Mesir, dan AS untuk menghentikan perang yang dimulai dengan serangan mematikan Hamas terhadap Israel dan menyaksikan pasukan Israel membunuh puluhan ribu warga Palestina serta menghancurkan Gaza.
Kesepakatan tersebut menguraikan gencatan senjata awal selama enam minggu dengan penarikan pasukan Israel secara bertahap. Puluhan sandera yang ditawan Hamas akan dibebaskan sebagai ganti ratusan tahanan Palestina yang ditahan di Israel.
Hal ini membuka jalan bagi lonjakan bantuan kemanusiaan untuk Gaza, tempat mayoritas penduduknya mengungsi, menghadapi kelaparan, penyakit, dan kedinginan. Deretan truk bantuan berjejer di kota perbatasan Mesir, El-Arish, menunggu untuk menyeberang ke Gaza, setelah perbatasan dibuka kembali.
Perdamaian juga dapat memberikan manfaat yang lebih luas di Timur Tengah, termasuk mengakhiri gangguan terhadap perdagangan global dari gerakan Houthi Yaman yang berpihak pada Iran yang telah menyerang kapal-kapal di Laut Merah. Pemimpin gerakan tersebut, Abdul Malik al-Houthi, mengatakan kelompoknya akan memantau gencatan senjata dan melanjutkan serangan jika gencatan senjata dilanggar.