WTO: Uni Eropa Terbukti Diskriminasi Produk Minyak Sawit dan Biofuel Indonesia

Ilustrasi kelapa sawit. Foto: Dokumen Ditjenbun Kementan.

WTO: Uni Eropa Terbukti Diskriminasi Produk Minyak Sawit dan Biofuel Indonesia

Husen Miftahudin • 17 January 2025 18:15

Jakarta: Badan Penyelesaian Sengketa Organisasi Perdagangan Dunia (Dispute Settlement Body World Trade Organization/DSB WTO) menyatakan Uni Eropa (UE) terbukti melakukan diskriminasi terhadap produk-produk berbahan kelapa sawit asal Indonesia.

Diskriminasi yang dilakukan UE dengan memberikan perlakuan yang kurang menguntungkan terhadap biofuel berbahan baku kelapa sawit dari Indonesia dibandingkan dengan produk serupa yang berasal dari UE, seperti rapeseed dan bunga matahari. 

"Sementara itu, UE juga membedakan perlakuan dan memberikan keuntungan lebih kepada produk sejenis yang diimpor dari negara lain seperti kedelai," ungkap Laporan Hasil Putusan Panel WTO (Panel Report), dikutip Jumat, 17 Januari 2025.

Panel WTO, sanbungnya, juga menilai UE gagal meninjau data yang digunakan untuk menentukan biofuel dengan kategori alih fungsi lahan kelapa sawit berisiko tinggi (high ILUC-risk) serta ada kekurangan dalam penyusunan dan penerapan kriteria serta prosedur sertifikasi low ILUC-risk dalam Renewable Energy Directive (RED) II.

"UE diwajibkan untuk menyesuaikan kebijakan di dalam Delegated Regulation yang dipandang Panel melanggar aturan WTO," tegas laporan tersebut.

Diketahui, pada Desember 2019, Indonesia menggugat pertama kali UE di WTO dengan nomor kasus DS593: European Union-Certain Measures Concerning Palm Oil and Oil Palm Crop-Based Biofuels. Gugatan tersebut mencakup kebijakan RED II dan Delegated Regulation UE, serta kebijakan Prancis yang menjadi hambatan akses pasar kelapa sawit sebagai bahan baku biofuel. 

Hambatan tersebut antara lain adalah pembatasan konsumsi biofuel berbahan baku kelapa sawit sebesar 7 persen, kriteria (high ILUC-risk), dan ketentuan penghentian penggunaan biofuel berbahan baku kelapa sawit secara bertahap (phase out).
 

Baca juga: Uni Eropa Nilai Perjanjian Dagang Bebas dengan ASEAN Tidak Terlalu Mendesak
 

Jadi pelajaran buat negara mitra dagang lain


Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengatakan, Pemerintah Indonesia menyambut baik Putusan Panel WTO pada sengketa dagang sawit dengan Uni Eropa yang dikaitkan dengan isu perubahan iklim, sebagai dasar agar Uni Eropa tidak sewenang-wenang dalam memberlakukan kebijakan yang diskriminatif.

"Kami harap, di masa depan, negara mitra dagang lainnya tidak memberlakukan kebijakan serupa yang berpotensi menghambat arus perdagangan global," tegas Budi.

Budi mengungkapkan, Indonesia melihat kebijakan tersebut sebagai bentuk tindakan proteksionisme dengan dalih menggunakan isu kelestarian lingkungan yang sering didengungkan oleh Uni Eropa.

Adapun berdasarkan peraturan WTO, jika tidak ada keberatan dari para pihak yang bersengketa, panel report akan diadopsi dalam kurun waktu 20-60 hari setelah disirkulasikan kepada Anggota WTO.

Sehingga, laporan tersebut bersifat mengikat kepada Indonesia dan UE. UE kemudian akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mematuhi kewajibannya sesuai putusan Panel WTO.


(Menteri Perdagangan Budi Santoso. Foto: dok Kemendag)

Budi menegaskan, Pemerintah Indonesia akan memonitor secara ketat perubahan regulasi UE agar sesuai dengan putusan dan rekomendasi DSB WTO, khususnya terkait unsur diskriminasi yang dimenangkan Indonesia.

Jika diperlukan, Pemerintah Indonesia juga akan menilai kepatuhan (compliance panel) terhadap hal tersebut. Secara paralel, Pemerintah Indonesia terus berupaya untuk membuka akses pasar produk sawit Indonesia di pasar UE melalui berbagai forum perundingan.

"Keberhasilan Indonesia dalam memenangkan sengketa dagang di WTO merupakan hasil dari langkah proaktif dan koordinasi yang intensif para pemangku kepentingan di dalam negeri seperti kementerian dan lembaga terkait, pelaku industri, asosiasi kelapa sawit Indonesia, tim ahli, dan tim kuasa hukum Pemerintah Indonesia," jelas Budi.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)