Praktik penyiksaan berujung kematian diyakini marak terjadi di Suriah selama rezim Bashar al-Assad. (Anadolu Agency)
Willy Haryono • 14 April 2025 17:41
Damaskus: Seorang pria asal Suriah yang selama ini dikenal dengan julukan “penggali kubur” akhirnya mengungkap identitas aslinya pada Minggu 13 April 2025, sekaligus mengungkap fakta baru mengenai praktik pembunuhan massal oleh rezim Presiden Bashar al-Assad sebelum kejatuhannya pada Desember 2024.
Pengakuan tersebut disampaikan dalam forum Konferensi Arab di Universitas Harvard, Amerika Serikat, dan dilaporkan secara resmi oleh Kantor Berita Arab Suriah (SANA).
Pria tersebut adalah Mohammed Afif Naifeh, warga Damaskus, yang sebelumnya memberikan kesaksian penting di hadapan Kongres Amerika Serikat dan pengadilan kejahatan perang Suriah di Jerman. Ia menegaskan kembali keterlibatannya dalam proses penguburan jenazah para korban penyiksaan selama tujuh tahun, dari 2011 hingga 2018, sebelum akhirnya melarikan diri dari Suriah.
Dalam kesaksiannya, Naifeh mengungkap bahwa dua kali setiap pekan, truk dari rumah sakit militer dan markas keamanan tiba membawa antara 300 hingga 600 jenazah yang diduga tewas akibat penyiksaan. Seluruh jenazah itu kemudian dikuburkan secara terburu-buru di kuburan massal yang dirahasiakan lokasinya.
Mengutip dari Anadolu Agency, Senin, 14 April 2025, beberapa korban diketahui merupakan anak-anak yang turut meregang nyawa akibat kekejaman aparat, sebagaimana dijelaskan dalam laporan SANA. Informasi tersebut telah menjadi bagian dari bukti kuat yang memicu sanksi internasional terhadap rezim Assad.
Meski perannya sangat signifikan dalam membongkar kekejaman sistematis tersebut, Naifeh menyerukan pencabutan sanksi internasional terhadap Suriah, yang menurutnya masih berdampak langsung terhadap penderitaan rakyat.