Pasar Panik, Saham Big Cap RI Kompak Ambruk

Ilustrasi, IHSG jeblok pagi ini. Foto: dok MI.

Pasar Panik, Saham Big Cap RI Kompak Ambruk

Insi Nantika Jelita • 8 April 2025 10:47

Jakarta: Pada pembukaan perdagangan perdana usai libur panjang Lebaran 2025, saham-saham big cap atau saham kapitalisasi besar Indonesia kompak anjlok. Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada pembukaan perdagangan Selasa, 8 April 2025, mengalami koreksi tajam sebesar 9,19 persen ke level 5.912,06 dan langsung dihentikan sementara (trading halt) selama 30 menit sesuai aturan Bursa Efek Indonesia.
 
Analis pasar modal sekaligus founder Stocknow.id Hendra Wardana menuturkan, kejatuhan ini mencerminkan kepanikan pasar yang luar biasa pascalibur panjang Lebaran 2025. Indeks LQ45 yang berisi saham-saham unggulan pun ikut terpuruk 11,31 persen ke level 651,46.
 
"Saham-saham berkapitalisasi besar pun pada ambruk," ujar Hendra dalam keterangan tertulis, Selasa, 8 April 2025.
 
Saham big cap yang anjlok antara lain PT Bank Central Asia Tbk atau BBCA yang turun 12,94 persen, PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) yang minus 14,94 persen, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. atau BBNI yang ambruk 13,21 persen, dan PT Astra International Tbk. (ASII) yang turun 3,46 persen.
 
"Penurunan ini sangat dalam karena seluruh sentimen negatif global yang menumpuk selama libur langsung dicerminkan dalam satu sesi perdagangan," jelas Hendra.
 

Baca juga: Pasar Saham Indonesia 'Ngenes', Cuma 9 Saham yang Kuat


(Ilustrasi pergerakan saham pada IHSG. Foto: Medcom.id)
 

Gegara tarif Trump

 
Ia berpandangan faktor utama yang memicu aksi jual besar-besaran ini adalah pengumuman kebijakan tarif dagang baru dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, yang menaikkan tarif hingga 32 persen terhadap sejumlah produk dari negara berkembang, termasuk Indonesia.
 
Meskipun secara proporsi ekspor ke AS hanya sekitar 9,9 persen dari total ekspor Indonesia, pasar meresponsnya secara berlebihan karena sentimen ini menyiratkan ketegangan dagang global yang kembali meningkat, kekhawatiran akan perlambatan ekonomi dunia, serta gangguan rantai pasok.
 
"Ketiadaan reaksi cepat dari pemerintah RI sebelum pasar dibuka juga membuat pelaku pasar kehilangan kepercayaan," imbuh Hendra.
 
Meski demikian, di balik tekanan ini terdapat sejumlah peluang dan sisi positif yang patut diperhatikan. Tekanan perang dagang menyebabkan harga minyak dunia turun hingga 21 persen, yang justru menguntungkan Indonesia sebagai negara importir migas karena dapat menghemat hingga USD4 miliar.
 
Selain itu, yield US Treasury atau obligasi pemerintah AS yang turun mendorong arus modal ke negara berkembang, membuka peluang bagi pasar obligasi Indonesia untuk menguat.
 
Secara teknikal, Hendra memperkirakan IHSG memiliki support kuat di area 5.800 yang menjadi batas psikologis dan teknikal penting, sementara resistance terdekat berada di level 6.000. Setelah trading halt, biasanya kepanikan sedikit mereda dan pelaku pasar mulai rasional sehingga potensi technical rebound bisa terjadi.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)