Pernyataan video Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Siti Yona Hukmana • 29 September 2025 17:02
Jakarta: Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo berharap Polri adaptif dalam upaya memelihara stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas). Khususnya, dalam menjaga dan mewujudkan ruang demokrasi yang menjadi hak warga negara.
Hal ini disampaikan Listyo dalam pernyataan video pada dialog publik bertajuk 'Penyampaian Pendapat di Muka Umum Hak dan Kewajiban, Tindakan Anarkistis Menjadi Tanggung Jawab Hukum'. Forum ini diinisiasi Divisi Humas Polri dan digelar di Gedung Auditorium Mutiara STIK-PTIK, Jakarta
"Sehingga, suara kritis dapat terus disampaikan dalam rangka check and balances sebagai alat kontrol," ujar Listyo, Senin, 29 September 2025.
Listyo menyampaikan Indonesia dikenal sebagai negara demokratis, yang memberikan ruang bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya. Tetapi, kata dia, harus ingat bahwa ada pembangunan nasional yang harus dikawal guna mendorong kemajuan bangsa.
Listyo memandang kerusuhan yang terjadi pada akhir Agustus hingga awal September kemarin berdampak pada instabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas). Kemudian, mengganggu perekonomian nasional, termasuk timbulnya kekhawatiran kalangan investor yang akan berinvestasi di Indonesia.
Listyo menyebut peristiwa kerusuhan tersebut juga telah menimbulkan kerugian yang tidak sedikit. Selain kerugian material seperti rusaknya fasilitas publik, gedung DPR, markas Polri di berbagai daerah, juga terdapat korban jiwa serta kerugian yang bersifat imaterial berupa rasa takut, kekhawatiran, dan rasa trauma di tengah masyarakat.
"Penting bagi kita memastikan bahwa kebebasan berpendapat dijalankan secara tertib, damai, dan bertanggung jawab. Ruang demokrasi harus tetap hidup, namun tidak boleh menjadi celah bagi tindakan yang menghambat kemajuan bangsa," tegas Listyo.
Listyo mengatakan penyampaian pendapat di muka umum sejatinya adalah hak konstitusional setiap warga negara, yang dijamin Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pasal 28E Ayat 3. Dalam Aturan itu menegaskan bahwa, setiap orang berhak atas kebebasan berserikat berkumpul dan mengeluarkan pendapat.
Ilustrasi demonstrasi. Foto: MI/Susanto
Hak itu diperjelas dalam Undang-Undang Nomor 9 tahun 1998 yang secara tegas memberikan ruang kepada masyarakat untuk menyuarakan aspirasi secara terbuka dan damai. Seiring dengan hak yang dijamin oleh negara, Listyo mengimbau kewajiban dalam menyampaikan pendapat juga perlu untuk dipahami, sehingga tidak melanggar ketatuan hukum dan membawa dampak negatif bagi kepentingan umum lainnya.
"Kehadiran Polri bukan untuk membatasi, melainkan untuk menjamin agar kegiatan tersebut dapat dijalankan secara aman, tertib dan tidak mengganggu hak warga negara lainnya," kata Listyo.
Pada kegiatan aksi unjuk rasa yang tertib, Listyo menekankan Polri selalu berupaya mengedepankan pelayanan dan menghadirkan pendekatan pengamanan yang humanis. Pendekatan ini menempatkan dialog dan komunikasi bersama stakeholder terkait untuk mau bersama-sama mendengarkan aspirasi yang disampaikan.
Adapun dalam dialog publik ini hadir para pejabat utama (PJU) Mabes Polri, Kapolda dan Kapolres baik secara luring maupun daring. Kemudian, para narasumber dialog hadir Pengajar STF Driyarkara, Franz Magnis Suseno; Pengamat Politik, Rocky Gerung; Direktur Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid; Komisioner Kompolnas, Choriul Anam, dan perwakilan dari KontraS, Dimas Bagus.
"Semoga forum diskusi ini dapat menjadi wadah strategis untuk merumuskan gagasan-gagasan konstruktif, guna mewujudkan Polri yang lebih profesional dan dekat dengan masyarakat," ungkap Listyo.