Sayfollah Musallet, warga negara ganda Palestina-Amerika Serikat (AS) yang tewas dianiaya di Tepi Barat. Foto: Facebook
Ramallah: Kamel Musallet, ayah dari Sayfollah Musallet, warga negara ganda Palestina-Amerika Serikat (AS) yang tewas dianiaya oleh pemukim ilegal Israel pekan lalu di Tepi Barat, mempertanyakan diamnya Presiden Donald Trump dan para pejabat AS atas kematian putranya.
“Jika dia orang Israel-Amerika, mereka pasti sudah bertindak cepat. Tapi karena dia Palestina-Amerika, seperti hidup di dua dunia yang berbeda,” ujar Musallet dalam wawancara dengan media independen Zeteo, dan dikutip oleh Press TV, Rabu, 16 Juli 2025.
Sayfollah dibunuh pada 11 Juli di dekat Ramallah ketika kelompok pemukim Israel menyerang para demonstran Palestina yang menolak pendirian pos pemukim ilegal di Area B, zona yang secara hukum melarang pembangunan permukiman berdasarkan perjanjian Israel-Palestina.
Lebih dari tiga hari setelah kematian Sayfollah, tidak ada satu pun pejabat dari Gedung Putih maupun anggota Kongres AS yang menghubungi keluarga Musallet di Florida. Satu-satunya komunikasi yang diterima hanyalah ucapan duka resmi dari konsulat AS.
Musallet mempertanyakan kredibilitas slogan “America First” yang sering digaungkan Trump. Ia menyoroti fakta bahwa Trump menghadiri pertandingan sepak bola akhir pekan lalu, sementara Wakil Presiden JD Vance berada di Disneyland, alih-alih menangani kasus kematian warganya di luar negeri.
“Kapan ini akan berhenti? Mengapa mereka tidak diadili?” ujar Musallet, seraya menambahkan bahwa tujuh warga negara AS telah tewas akibat serangan oleh militer atau pemukim Israel dalam 21 bulan terakhir.
Minimnya Respons Pejabat AS
Dua senator Partai Republik asal Florida, Rick Scott dan Ashley Moody, belum memberikan pernyataan publik. Hanya satu pejabat terpilih, anggota DPR dari Partai Demokrat Kathy Castor, yang menyampaikan pernyataan singkat menyatakan belasungkawa dan mendesak perlindungan bagi warga AS di luar negeri, tanpa menyebut pihak pelaku.
Menurut
Drop Site News, media investigasi AS, satu demonstran lainnya, Muhammad Rizq Hussein al-Shalabi, juga tewas tertembak dalam insiden tersebut. Kementerian Kesehatan Palestina mengonfirmasi kematian al-Shalabi dan menyebut sedikitnya 10 warga lainnya luka-luka dalam serangan itu.
Saksi mata mengatakan bahwa para pemukim menabrak salah satu demonstran dengan mobil, memecahkan jendela ambulans, dan menyerang warga secara brutal. Pasukan Israel yang tiba di lokasi tidak melakukan penangkapan, mencerminkan pola umum impunitas terhadap kekerasan pemukim di wilayah pendudukan.
Sehari sebelum pembunuhan Sayfollah, jurnalis Palestina-Amerika Said Arikat sempat mempertanyakan kepada juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Tammy Bruce, soal langkah konkret perlindungan bagi warga Palestina-AS dari serangan pemukim.
Bruce menolak memberikan kontak atau mekanisme spesifik, hanya menyebut bahwa “ribuan orang” di departemen “peduli dengan isu ini,” dan menyarankan warga untuk menghubungi pemerintah Israel, mengingat Tel Aviv adalah sekutu AS.
Ketika ditanya apakah AS akan secara eksplisit mengecam kekerasan terhadap komunitas Palestina, Bruce hanya menyampaikan keprihatinan umum terhadap kekerasan “oleh pihak mana pun.”
(Muhammad Reyhansyah)