Ilustrasi. Foto: Dok MI
Ihfa Firdausya • 24 September 2025 12:57
Jakarta: Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menanggapi APBN Tahun Anggaran 2026 yang sudah disahkan. Ia melihat perubahannya relatif kecil dari rancangan yang disampaikan beberapa waktu lalu.
Hal itu, kata Nailul, menyiratkan keinginan kuat dari Prabowo untuk menjalankan program prioritas meskipun tanpa pengelolaan keuangan yang baik.
Poin pertama, Nailul berpandangan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4 persen masih sangat ambisius. Pasalnya ia melihat perekonomian belum tampak membaik di tahun depan.
"Tahun ini saja daya beli masih sangat terbatas walaupun klaim pemerintah sudah membaik dengan klaim pertumbuhan ekonomi kuartal 2 2025 mencapai 5,12 persen. Tapi indikator lainnya mengatakan hal yang sebaliknya," katanya kepada Media Indonesia, dikutip Rabu, 24 September 2025.
Kedua, belanja secara keseluruhan mengalami kenaikan dibandingkan dengan RAPBN 2026 dan APBN 2025. Namun memang terjadi kenaikan kebutuhan untuk belanja program makan bergizi gratis (MBG).
Program MBG meningkat hingga lebih dari 350 persen dari Rp71 triliun di 2025 menjadi Rp335 triliun di 2026. Nailul menyoroti kenaikan dana ini berjalan pada saat sejumlah kasus dalam program MBG masih terjadi, mulai dari kasus keracunan, makanan basi, hingga keterlambatan pembayaran vendor.
Ketiga, secara penerimaan negara, ditargetkan ada pertumbuhan hingga 10 persen dibandingkan dengan Outlook 2025. Pada Outlook 2025, penerimaan negara hanya tumbuh sebesar 0,5 persen.
"Kenaikan target ini bisa menimbulkan strategi 'berburu di kebun binatang' di mana negara lagi-lagi menjangkau penerimaan negara dari orang yang taat menyetorkan uang," kata dia.
Keempat, dari sisi penerimaan perpajakan, ada target untuk tumbuh sebesar 12,8 persen pada 2026. Pertumbuhan pajak ini lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan natural.
Jika mengacu kepada pertumbuhan ekonomi dan inflasi di RAPBN 2026, pertumbuhan natural perpajakan di angka 7,9 persen. Jadi ada usaha lebih sebesar 4,9 persen. Jika dihitung dari Outlook 2025, ada tambahan usaha sebesar 5,1 persen.
"Ada kekhawatiran, usaha lebih ini akan diambil dari kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen ke semua barang," ujar dia.
Kelima, penerimaan perpajakan pada 2026, dengan menggunakan pertumbuhan penerimaan perpajakan natural, menjadi Rp2.576 triliun. Dengan belanja sebesar Rp3.786,5 triliun, defisit anggaran bisa mencapai Rp1.200 triliun, dengan defisit lebih dari lima persen.
"Jika tidak ada efisiensi belanja pemerintah, ada ancaman pemerintah melanggar UU Keuangan Negara. Maka pemerintah wajib mempertimbangkan efisiensi, termasuk ke program MBG," ujar dia.