Politeknik di Sumbar yang Melakukan TPPO Mahasiswa Masih Beroperasi

Konferensi pers Dittipidum Bareskrim Polri. Medcom.id/Siti Yona

Politeknik di Sumbar yang Melakukan TPPO Mahasiswa Masih Beroperasi

Siti Yona Hukmana • 28 June 2023 07:17

Jakarta: Polisi menyebut politeknik di Sumatra Barat (Sumbar) yang melakukan Tindak Pidana perdagangan Orang (TPPO) terhadap mahasiswa masih beroperasi. Politeknik itu mengirimkan 11 mahasiswa ke Jepang dengan modus program magang.

"Kemudian terkait politeknik ini apakah masih beroperasi, untuk kegiatan magang di luar negerinya sudah tidak ada, tetapi kegiatan roses belajar mengajarnya tetap berjalan," kata Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro kepada wartawan, Rabu, 28 Juni 2023.

Namun, Djuhandhani mengaku telah berkoordinasi dengan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) dan Dinas Pendidikan terkait perbuatan oknum di politeknik tersebut. Pelaku yang merupakan direktur di politeknik harus mempertanggung jawabkan perbuatannya.

"Karena yang kita laksanakan adalah proses mereka mengirimnya di mana dilakukan oleh seorang oknum yang kiranya saat ini harus mempertanggungjawabkan secara hukum kepada kami," ungkap Djuhandhani.

Djuhandhani tak menyebut detail nama politeknik dan lokasi perguruan tinggi itu. Dia hanya memastikan politeknik di Sumbar itu lembaga pendidikan resmi.

"Terdaftar di Dinas Pendidikan. Jadi politekniknya resmi. Lembaga pendidikan ini resmi," ujar jenderal bintang satu itu.

Politeknik itu melanggar terkait pelaksanaan magang yang tidak melalui prosedur. Oknum di politeknik itu mengirimkan mahasiswa magang ke Jepang dengan motif meraup keuntungan.

"Dia melaksanakan pengiriman magang kemudian mendapatkan untung dari pembayaran-pembayaran itu secara individu, bagi tersangka yang kebetulan bekerja di politeknik tersebut," kata Djuhandhani.

Ada dua tersangka dalam kasus ini. Yakni G, direktur Politeknik periode 2013-2018 dan EH, direktur Politeknik periode 2018-2022. Perbuatan pidana dilakukan sejak 2012.

Kasus ini terbongkar atas laporan dua korban mahasiswa berinisial ZA dan FY kepada pihak KBRI Tokyo, Jepang. Bahwa korban bersama sembilan orang mahasiswa lainnya dikirim oleh politeknik untuk melaksanakan magang di perusahaan Jepang, namun korban dipekerjakan sebagai buruh.

Para mahasiswa itu dipaksa bekerja selama 14 jam dari jam 08.00 sampai dengan 22.00 waktu setempat selama 7 hari dalam seminggu tanpa libur. Istirahat pun diberikan hanya 10-15 menit untuk makan dan tidak diizinkan melakukan ibadah.

"Di mana dalam aturan Permendikbud Nomor 03 Tahun 2020 di Pasal 19 yang isinya untuk pembelajaran 1 sks pada
proses pembelajaran berupa jamnya seharusnya 170 menit perminggu per semester," ujar Djuhandhani.

Para mahasiswa magang mendapatkan upah sebesar 50.000 yen setara Rp5 juta per bulan. Namun, korban harus memberikan dana kontribusi ke kampus sebesar 17.500 yen setara sekira Rp2 juta per bulan.

Dalam proses penyidikan diketahui para mahasiswa diberangkatkan ke Jepang menggunakan visa pelajar yang berlaku selama satu tahun. Namun, setelah habis masa berlaku, diperpanjang oleh pihak perusahaan menjadi visa kerja selama enam bulan.

Korban yang menghubungi pihak politeknik untuk dipulangkan, malah mendapat ancaman dari politeknik. Para mahasiswa diancam dikeluarkan dari kampus atau drop out (DP) bila kerja sama politeknik dengan pihak perusahaan Jepang rusak. 

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Lukman Diah Sari)