Jelang Musim Kemarau, Ketersediaan Air Jadi Hal Krusial Jaga Produksi Pangan

Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori. Foto: Medcom.id/Husen.

Jelang Musim Kemarau, Ketersediaan Air Jadi Hal Krusial Jaga Produksi Pangan

Media Indonesia • 5 June 2024 16:00

Jakarta: Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori merespons kondisi musim kemarau yang menghampiri Indonesia dan dampaknya terhadap produksi pangan ke depan.

"Dampaknya (kekeringan) belum bisa dipastikan seberapa besar. Menurut BMKG, Juli sampai akhir tahun masuk La Nina lemah. Tapi La Nina lemah itu tidak berpengaruh terhadap musim kering," kata Khudori saat dihubungi pada Rabu, 5 Juni 2024.

Khudori pun menjelaskan, saat ini sebanyak 19 persen zona atau wilayah Indonesia sudah memasuki musim kering. Adapun wilayah tersebut meliputi Lampung, Jawa, Bali, Nusa Tenggara (Timur dan Barat), Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara sejak Juni hingga Oktober berpotensi diguyur hujan dengan intensitas amat rendah kurang dari 50 mm/bulan.

"Masih sulit memperkirakan seberapa besar dampaknya. Karena, pertama, situasi iklim/cuaca masih dinamis, karena itu penting untuk terus mencermati update perkiraan dari BMKG," ujar Khudori.
 

Baca juga: Jaga Inflasi Terkendali, Bapanas Konsisten Jalankan Program Stabilisasi Pangan
 

Kelola ketersediaan air


Di sisi lain, Khudori menyebut pemerintah melalui kementerian teknis harus melakukan langkah-langkah mitigasi untuk mengantisipasi dampak yang tidak diinginkan jelang musim kemarau yang datang.

Salah satunya yang bisa dilakukan adalah kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam mengelola ketersediaan air agar terus tersedia untuk menjaga produktivitas pangan.

"Kalau embung-embung, bendung, waduk yang terisi air dipastikan airnya bisa dialirkan ke sawah tentu ini bermanfaat. Jika jaringan irigasi primer tersambung dengan irigasi sekunder dan tersier yang jadi wewenang daerah juga akan baik karena memastikan air bisa mengalir dari hulu sampai sawah," jelas dia.

Sementara itu, Khudori juga mengapresiasi penyediaan program pompanisasi dari Kementerian Pertanian (Kementan) yang berjumlah 90 ribu unit untuk membantu pengairan sawah.

"Jadi masalah serius jika pompa ada tapi air yang hendak dipompa tidak ada. Jadi krusial jika embung-embung, bendung dan waduk terisi air tapi air tak bisa dialirkan ke sawah. Jadi masalah serius bila jaringan irigasi primer tidak diikuti keberadaan jaringan irigasi sekunder dan tersier," tutup Khudori.
 
(NAUFAL ZUHDI)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)