Ilustrasi. Foto: Dok Medcom.id
Media Indonesia • 25 February 2024 22:58
Jakarta: Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) Anis Hidayah mengatakan, pihaknya akan segera bertemu dengan pimpinan DPR RI, Puan Maharani pada Maret mendatang guna mempercepat pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) yang telah digantung selama 19 tahun.
“Komnas HAM sudah mengagendakan pertemuan dengan Ketua DPR RI pada bulan Maret tahun 2024 untuk menindaklanjuti hasil kajian Komnas HAM terkait dengan urgensi pengesahan RUU PPRT. Kami juga akan menyampaikan agar jangan lagi ditunda karena bulan Maret, Mei dan Juli masih ada masa sidang harus dipastikan bahwa DPR secara optimal bisa disahkan,” ujar Anis dalam konferensi pers RUU PPRT pada Minggu, 25 Februari 2024.
Komnas HAM juga telah melakukan pemantauan di 50 provinsi dan 20 kabupaten pada pemilu 2024 terkait hak pilih para Pekerja Rumah Tangga (PRT). Melalui pemantauan tersebut, ditemukan pada 13 provinsi dan 54 kabupaten kota dengan responden 18 kelompok, semua PRT yang ada tak memiliki hak pilih.
“PRT di semua wilayah itu tidak ada satupun menyediakan data PRT sebagai pemilih dan tidak ada yang bisa memastikan bahwa apakah PRT dapat menggunakan hak pilihnya atau tidak. Di beberapa pertemuan dengan pemerintah daerah maupun penyelenggara pemilu, bahkan tidak berpikir bahwa PRT adalah kelompok yang harus didaftarkan dan pastikanlah hak pilihnya,” ungkapnya.
Anis lebih lanjut mengatakan, melalui penemuan data tersebut, telah menunjukkan bahwa hak PRT masih dianggap sebelah mata dan mendapat perlakuan diskriminasi.
Komnas HAM juga telah menerima berbagai pengaduan kasus terkait selama 2020-2022 terkait kekerasan terhadap pekerja rumah tangga baik yang mengalami penganiayaan fisik, kekerasan psikis, upah yang tidak sesuai, hingga pelecehan seksual. Dikatakan Anis bahwa penelitian tersebut setidaknya memiliki beberapa persoalan dasar.
“Beberapa yang masih menjadi kendala misalnya PRT belum diakui sebagai pekerja yang harus dipenuhi hak dan kewajibannya, tidak adanya pengakuan dari negara yang merendahkan PRT, ada juga potensi atau tingginya penekanan PRT pelanggaran hak asasi manusia karena ketiadaan hukum yang melindungi mereka, pembahasan RUU PPRT yang mandek di DPR, serta belum adanya political will dari pemerintah untuk meratifikasi hal-hal yang penting,” ungkapnya.
Baca juga:
Nasib RUU PPRT Masih Stagnan dan Terus Digantung Ketua DPR |