Tiongkok Dianggap Gagal Lakukan Dekarbonisasi Industri Baja

Industri baja Tiongkok. Foto: Unsplash.

Tiongkok Dianggap Gagal Lakukan Dekarbonisasi Industri Baja

Arif Wicaksono • 19 March 2024 19:03

Beijing: Tiongkok gagal melakukan dekarbonisasi pada industri baja besarnya, dengan melambatnya permintaan, rendahnya tingkat daur ulang, dan masih adanya kekhawatiran akan kelebihan kapasitas baja yang menghambat transisi energi terbarukan.  

Industri baja global bertanggung jawab atas sekitar 8 persen emisi karbon dioksida (CO2) dunia, dan lebih dari separuh produksinya dilakukan di Tiongkok. Tiongkok masih tertinggal dalam mencapai target untuk mengganti tanur sembur berbahan bakar batu bara dengan teknologi tanur busur listrik (EAF) yang menggunakan bahan sisa daur ulang dibandingkan bijih besi sebagai bahan bakunya.
 

baca juga:

Produksi Pabrik Tiongkok Lampaui Ekspektasi


Tiongkok sudah menetapkan target untuk memproduksi 15 persen baja mentahnya menggunakan rute EAF pada tahun 2025, dan meningkatkan porsi tersebut menjadi 20 persen pada akhir dekade ini.

"Namun pangsa produksi baja EAF hanya 10 persen pada tahun lalu, naik tipis dari 9,7 persen pada tahun sebelumnya,"  menurut Direktur Penelitian di Konsultan Wood Mackenzie David Cachot, dilansir Business Times, Selasa, 19 Maret 2024.

Global Energy Monitor (GEM) dalam sebuah laporan yang diterbitkan menjelaskan kapasitas EAF Tiongkok saat ini sekitar 150 juta metrik ton akan cukup untuk memenuhi target 15 persen. Namun tingkat pemanfaatannya masih rendah.

"Meskipun target Tiongkok sebesar 15 persen dianggap relatif tidak ambisius, target tersebut masih akan mengurangi emisi dari sektor baja Tiongkok sebesar 8,7 persen, dengan CO2 per ton sekitar 38 persen lebih rendah dibandingkan produk tanur sembur konvensional," kata GEM.

Terbatasnya pasokan barang bekas, penurunan permintaan baja, dan pembatasan pasokan listrik telah merugikan profitabilitas fasilitas EAF. Kemajuan juga terhambat oleh pembangunan kapasitas tanur sembur baru.

Saat ini, sebagian besar pasokan besi tua Tiongkok digunakan oleh tanur sembur tradisional. Beberapa fasilitas EAF terpaksa beralih ke pig iron sebagai bahan baku, sehingga produksinya menghasilkan banyak emisi karbon.

Beralih teknologi baja berbasis hidrogen

Meningkatkan pasokan bahan sisa, atau beralih ke besi reduksi langsung (DRI) berbasis hidrogen sebagai bahan baku alternatif bisa menunjang kesuksesan EAF di Tiongkok. DRI adalah cara yang lebih bersih untuk mengubah bijih besi menjadi besi, yang kemudian dapat diolah menjadi pelet yang dapat digunakan dalam EAF.

“DRI mengurangi sekitar 70-80 persen emisi tetapi itu tergantung apakah Anda bisa mendapatkan cukup bijih besi yang dimasukkan ke dalamnya. Pasokan yang ada saat ini terbatas,” kata Pakar Dekarbonisasi di Universitas Columbia Chris Bataille.

Bataille mengatakan Tiongkok bisa saja memproduksi tiga perempat dari total bajanya melalui EAF pada 2050 setelah Tiongkok membangun infrastruktur dan mendapatkan tambahan pasokan bahan baku sisa untuk diolah.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Arif Wicaksono)