Pasal Bermasalah tentang Peradilan Militer dalam RUU TNI Luput Dibahas DPR

Ilustrasi. Metrotvnews.com.

Pasal Bermasalah tentang Peradilan Militer dalam RUU TNI Luput Dibahas DPR

Devi Harahap • 19 March 2025 19:30

Jakarta: Pemerintah dan DPR akan mengesahkan Revisi Undang-Undang TNI dalam rapat paripurna, Kamis, 20 Maret 2025. Sejumlah masyarakat sipil menegaskan proses RUU TNI mengabaikan kajian mendalam terhadap aspek pertahanan dan memuat sejumlah pasal bermasalah, sehingga harus ditinjau kembali. 

Direktur Imparsial Ardi Manto Putra menilai RUU TNI secara jelas akan mereduksi atau mengurangi supremasi sipil yang digagas sejak masa transisi orde baru ke reformasi. Menurutnya, UU TNI yang bersifat limitatif tidak seharusnya menjadi fleksibel. 

"Seharusnya ketika demokrasi di Indonesia semakin membaik, 10 lembaga  sipil yang bisa diisi oleh militer itu seharusnya dikurangi atau bahkan dihilangkan, tapi ternyata yang terjadi di RUU TNI justru ditambah menjadi 14 lembaga sipil. Perubahan paradigma dari yang tadinya limitatif itu menjadi fleksibel," ujar Ardi dalam konferensi pers, Rabu, 19 Maret 2025.

Ardi menjelaskan UU TNI yang telah memasuki usia 21 tahun sudah seharusnya direvisi. Tapi, proses revisi harus sesuai dengan konteks penguatan militer pada bidang pertahanan untuk menciptakan TNI yang semakin profesional, bukan justru memperkuat perannya pada ranah sipil. 

"Kalau kemudian UU ini belum bisa dianggap membawa TNI ke menjadi lebih profesional dan modern, maka aturan terkait dengan hal tersebut dalam undang-undang yang perlu diubah," katanya.
 

Baca juga: Selain Potensi Dwifungsi, Komnas HAM Soroti Perpanjangan Usia Pensiun TNI

Ardi menilai DPR dan pemerintah justru luput menyoroti norma bermasalah yang mengatur dualisme Peradilan Militer dan Umum pada Pasal 65 dalam UU TNI. Ketentuan ini, kata dia, menimbulkan perdebatan karena menciptakan sistem peradilan ganda bagi prajurit.

"Ada satu pasal di dalam UU TNI yang semenjak disahkan sejak 2004 sampai hari ini, (pasal) itu nganggur yaitu pasal 65 terkait dengan Peradilan Militer. Pasal mengenai peradilan militer itu tidak bisa berlaku dan tidak pernah bisa diaplikasikan. Dan ini tidak masuk dalam radar pembahasan oleh pemerintah dan DPR," jelas Ardi. 

Selain itu, Ardi menekankan seharusnya DPR juga memperhatikan Pasal 74 yang dinilai tidak memenuhi prinsip fair trial. Menurutnya, sistem peradilan militer saat ini tidak mampu menjamin keadilan yang setara bagi prajurit TNI. 

Ardi mengatakan jika Pasal 74 dihapus, maka Pasal 65 akan otomatis berlaku, sehingga prajurit TNI yang melanggar hukum pidana umum dapat diproses di peradilan umum, hal ini diyakini akan dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas sistem hukum bagi prajurit TNI.

"Karena ada pasal 74 dan pasal-pasal lain yang tentunya juga mungkin perlu untuk ditinjau ulang sehingga revisi undang-undang TNI tidak dilakukan secara terbatas dan terburu-buru. Revisi UU ini sangat tertutup dan tidak transparan yang akan membawa dwifungsi militer dalam kehidupan sosial politik sipil," ujarnya. 

Komisi I DPR menyepakati RUU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI untuk dibawa ke tingkat II atau rapat paripurna. Kesepakatan ini diambil dalam rapat pleno RUU TNI antara Komisi I DPR RI dan Pemerintah yang digelar pada Selasa, 18 Maret 2025. Adapun perubahan UU TNI Nomor 34 Tahun 2004 akan mencakup penambahan usia dinas keprajuritan hingga perluasan penempatan prajurit aktif di kementerian/lembaga.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Arga Sumantri)