BMKG Sebut Suhu Dingin di Selatan Jateng Masih Batas Normal

Kawasan Pegunungan Merapi dilihat dari Magelang dilanda fenomena bediding.

BMKG Sebut Suhu Dingin di Selatan Jateng Masih Batas Normal

Media Indonesia • 11 July 2025 18:20

Semarang: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan bahwa penurunan suhu udara yang terjadi belakangan ini, khususnya di Jawa Tengah (Jateng) bagian selatan merupakan fenomena yang wajar selama musim kemarau.  Menurut BMKG, suhu udara minimum di wilayah tersebut tercatat mencapai 22 derajat Celcius, lebih rendah dibanding rata-rata sebelumnya di kisaran 25 derajat Celcius.

"Penurunan 3 derajat Celcius ini masih dalam batas normal dan belum menyamai suhu terendah yang pernah tercatat di Cilacap," ujar Kepala Kelompok Teknisi BMKG Stasiun Meteorologi (Stamet) Tunggul Wulung Cilacap, Teguh Wardoyo, Jumat, 11 Juli 2025.

Menurut catatan BMKG, suhu minimum terendah di Cilacap dalam 45 tahun terakhir terjadi pada 14 Agustus 1994, yakni 17,4 derajat Celcius. Artinya, suhu saat ini masih terpaut lima derajat dari rekor terendah tersebut.
 

Baca: 

Fenomena Bediding Melanda Jateng, Suhu Udara Turun hingga 14 Derajat Celsius


Mengacu pada prakiraan cuaca yang dirilis Stasiun Klimatologi Semarang, puncak musim kemarau di wilayah selatan Jawa Tengah diperkirakan akan terjadi pada Agustus 2025. Dalam periode tersebut, suhu dingin pada malam hingga pagi hari diperkirakan akan semakin intens, namun masih dalam kategori normal.

"Fenomena suhu dingin dan kabut di pagi hari memang lazim terjadi selama musim kemarau. Bahkan di dataran tinggi atau pegunungan, suhu bisa lebih rendah karena penurunan suhu terjadi sekitar 0,5 derajat Celcius setiap kenaikan 100 meter dari permukaan laut," jelas dia.

Teguh menjelaskan bahwa fenomena suhu dingin ini dipicu oleh pergerakan massa udara dari Australia ke Asia yang dikenal dengan monsun dingin Australia. Gerakan ini membawa udara dingin dan kering melintasi wilayah Indonesia.

Tekanan udara tinggi di Australia tercatat sebesar 1.026 milibar, sementara di Asia terpantau tekanan rendah sekitar 1.000 milibar. Perbedaan tekanan inilah yang menyebabkan aliran udara dari selatan ke utara melalui Indonesia.

“Massa udara bergerak dari wilayah bertekanan tinggi ke wilayah bertekanan rendah. Dalam hal ini, dari Australia menuju Asia melalui Indonesia, sehingga menyebabkan penurunan suhu di berbagai wilayah, termasuk Cilacap,” ungkap dia. (MI/LD)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Lukman Diah Sari)