Ilustrasi. Foto: Dok Metrotvnews.com
Eko Nordiansyah • 6 February 2025 20:45
Jakarta: Wacana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) disinyalir dapat mengancam keberlangsungan pedagang eceran, pedagang kelontong, hingga pedagang kaki lima (PKL) yang menjadi bagian hilir dari industri tembakau.
Ketua Umum Komite Ekonomi Rakyat Indonesia (KERIS), Ali Mahsum Atmo, menjelaskan bahwa sejak diterapkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024, dampak terhadap omzet pedagang kecil sudah mulai terasa. Ia menduga jika aturan penyeragaman kemasan rokok diberlakukan maka pedagang kecil semakin terjepit.
"Jika aturan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek juga akan diterapkan, maka dampaknya akan semakin besar terhadap omzet ekonomi rakyat, termasuk pedagang kaki lima (PKL), toko kelontong, dan tenant lainnya," ujarnya kepada wartawan, Kamis, 6 Februari 2025.
Saat ini, pedagang telah menghadapi larangan penjualan produk tembakau dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, serta larangan penjualan rokok eceran akibat pengesahan PP 28/2024. Aturan ini dapat menurunkan kesejahteraan sekitar satu juta pedagang asongan dan PKL serta 4,1 juta warung kelontong.
Ia menilai, kebijakan yang diinisiasi oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) ini akan membawa dampak serius bagi ekonomi pelaku usaha kecil yang seharusnya mendapatkan dukungan, bukan hambatan. Selain itu, kebijakan ini bertentangan dengan visi Pemerintahan Prabowo yang berkomitmen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek turut dinilai dapat merugikan ekonomi. Padahal, pada tahun 2024, pendapatan cukai hasil tembakau (CHT) mencapai Rp216,9 triliun atau menyumbang lebih dari 95?ri total penerimaan cukai. Selain itu, industri hasil tembakau (IHT) juga telah berkontribusi besar pada penyerapan tenaga kerja di tanah air.
"Jadi, pemerintah harus bijak dalam mengatur aturan bagi produk tembakau ini," kata Ali.
Baca juga:
Kebijakan Bea Cukai Dinilai Diskriminatif soal Rokok Polos |