“The Creative Catalyst: Elevating Your Impact – Mastering AI-Driven Workflows for Modern Media and Content Creators” yang Diselenggarakan PIDI 4.0 bersama Aosiasi AI Indonesia. Istimewa 
                                                
                    Whisnu Mardiansyah • 18 September 2025 14:44 
                
                
                    
                        Jakarta: Teknologi Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan bukan lagi hanya ada di film fiksi ilmiah. AI tidak bisa dilepaskan dalam keseharian masyarakat saat ini. Seperti penggunaan AI dalam ponsel pintar, asisten virtual, hingga prediksi lalu lintas di aplikasi pemetaan. Indonesia, dengan populasi yang masif dan digital landscape yang berkembang pesat.
Pusat Industri Digital Indonesia (PIDI) 4.0 memandang penggunaan AI bak dua sisi mata pisau. Khususnya pemanfaatan AI dalam penyebaran informasi dan berita ke khalayak. PIDI 4.0 menggandeng konten kreator dan media dalam pelatihan bertema “The Creative Catalyst: Elevating Your Impact – Mastering AI-Driven Workflows for Modern Media and Content Creators”.
“Kami ingin para pendidik, kreator, dan praktisi media bisa memanfaatkan AI bukan hanya untuk efisiensi, tetapi juga mendorong inovasi dan kolaborasi yang beretika.” kata Kepala Bidang Riset dan Pengembangan Asosiasi AI Indonesia Oce Priatna di kantor PIDI 4.0, Jakarta, Rabu, 17 September 2025.
Oce melanjutkan AI diakui merevolusi dunia penyebaran informasi, mulai dari mempercepat riset berita hingga menghasilkan konten. Namun, di balik efisiensi yang ditawarkan, tersembunyi tantangan besar yang dapat menggerus kredibilitas informasi itu sendiri. AI bisa berhalusinasi dan menghasilkan data yang tidak akurat.
 
Asosiasi AI Indonesia menjalin kolaborasi dengan media dan konten kreator. Tujuannya jelas, memastikan pemanfaatan AI tidak hanya cepat, tetapi juga akurat dan bertanggung jawab, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan mutu berita yang dikonsumsi oleh masyarakat.
"Juga kita ingin menambahkan sebuah informasi bahwa tentang bagaimana AI itu bisa berhalusinasi," tegas Oce Priatna.
Tantangan AI dalam dunia jurnalistik
AI halusinasi adalah istilah yang dikenal luas di kalangan praktisi teknologi. Hal ini terjadi ketika model AI menghasilkan informasi yang salah, menyesatkan, atau sama sekali tidak berdasar. Meskipun penyampaian misinformasi itu tidak dengan sengaja, tetapi AI membuat kesimpulan yang salah dari data yang dipelajarinya, seringkali dengan tingkat kepercayaan diri yang sangat tinggi.
Sebuah AI mungkin saja menyebutkan peristiwa sejarah yang tidak pernah terjadi, mengutip jurnal akademik yang tidak ada, atau membuat profil narasumber fiktif dengan kutipan-kutipan yang persuasif. Oce Priatna menekankan bahwa solusinya terletak pada peran aktif manusia, khususnya para jurnalis dan kreator konten.
"Nah, tadi instruktur juga sudah menyampaikan bagaimana kita harus cek ulang hasil output dari AI untuk memvalidasi kebenaran data yang dikeluarkan. Outputnya yang sudah bisa divalidasi bisa mencegah salah satunya hoaks atau yang lainnya juga deepfake," jelasnya.
Pernyataan ini menyoroti prinsip dasar yang tidak boleh dilupakan. AI adalah asisten, bukan pengganti. Proses 
fact-checking dan verifikasi yang menjadi ruh jurnalisme justru menjadi semakin krusial di era AI. Sebelum sebuah informasi yang dihasilkan oleh AI disebarluaskan, ia harus melalui proses kurasi dan validasi yang ketat oleh para jurnalis profesional.
Dengan demikian, AI justru dapat dialihfungsikan dari potensi penyebar misinformasi menjadi alat pembasmi hoaks. Algortima AI dapat membantu mengidentifikasi pola-pola penyebaran berita palsu, menganalisis sentimen, dan melakukan 
cross-checking data awal dengan lebih cepat, yang kemudian hasilnya tetap harus diverifikasi oleh manusia.
"Kami akan mengadakan MOU tertulis sehingga payung hukumnya juga jelas. Dan berikutnya kami juga akan mengundang pihak-pihak lain untuk juga merasakan manfaat dari penggunaan AI di seharian pekerjaan mereka," papar Oce Priatna.