Wamenlu Arif Havas Oegroseno dalam pertemuan IGCN di Jakarta, Rabu, 8 Oktober 2025. (Antara)
Willy Haryono • 8 October 2025 21:38
Jakarta: Wakil Menteri Luar Negeri Arif Havas Oegroseno mendorong sektor swasta di Indonesia untuk terus meningkatkan keterlibatannya dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan secara konsisten dan tetap.
Dilansir dari Antara, Wamenlu Havas mengatakan bahwa investasi di bidang keberlanjutan serta pembangunan hijau sudah mulai menjadi tren di kalangan perusahaan swasta Barat baik di Eropa maupun Amerika Serikat (AS).
“Tetapi, saya amati belum banyak perusahaan Indonesia terlibat di sini. Masih belum muncul keinginan untuk membiayai proyek-proyek yang sifatnya mengurangi emisi,” kata dia dalam pernyataan kunci di pertemuan Annual Members Gathering oleh Indonesia Global Compact Network (ICGN) di Jakarta, Rabu, 8 Oktober 2025.
Wamenlu Havas mengingatkan bahwa peran sektor swasta amat penting dalam krisis iklim dan transisi hijau. Terlebih, pemerintah pasti akan mendorong keterlibatan sektor swasta maupun pun donor multilateral karena mereka tak bisa menanggung pembiayaannya sendirian.
Ia tak menampik banyak perusahaan swasta RI saat ini sudah mengucurkan dana yang besar untuk agenda CSR (tanggung jawab sosial korporasi) dalam proyek-proyek pembangunan berkelanjutan dan transisi hijau.
Namun, yang saat ini diharapkan dari pihak swasta adalah “pendekatan institusional secara regular”, yang berarti secara konsisten dan tetap menjadikan isu pembangunan berkelanjutan sebagai bagian integral dari kegiatan perusahaan, kata Wamenlu Havas.
Ia mengatakan bahwa salah satu “kelemahan struktural” dalam pendanaan hijau di Indonesia adalah kecenderungan pembiayaan dikucurkan hanya berbasis pada proyek-proyek yang berjangka pendek dan tidak transformatif untuk jangka panjang.
Di samping itu, Wamenlu Havas juga menyoroti sektor swasta nasional yang masih belum menjadikan divisi riset dan pengembangan (R&D) mereka sebagai aspek penting dalam kegiatan bisnis mereka, seperti dengan memastikan anggaran yang mencukupi.
Sebagai perbandingan, kata dia, industri Jerman dapat menyisihkan hingga 10 persen dari anggaran perusahaan mereka untuk keperluan riset dan pengembangan.
“Ini yang saya lihat masih belum ada di industri kita. Anggaran internal mereka untuk mitigasi dampak iklim tidak banyak, kalaupun ada mungkin banyak yang dianggap sebagai CSR, yang sebenarnya tidak tepat,” pungkas Wamenlu Havas.
Baca juga: Wamenlu RI Serukan Pendanaan Alternatif untuk Dorong Pembangunan Berkelanjutan