Siti Yona Hukmana • 24 October 2025 21:25
Jakarta: Pengamat Sosial Devie Rahmawati menyoroti penangkapan 51.763 tersangka kasus tindak pidana narkoba oleh Polri. Puluhan ribu tersangka itu, ada anak-anak, dewasa laki-laki, dan dewasa perempuan.
Devie mengungkap penelitian dari Australia dan Amerika Serikat, usia 14–17 tahun banyak yang tidak minum alkohol atau mencoba narkoba. Namun, memasuk usia 18–24 tahun saat kuliah atau awal kerja, risiko terpapar narkoba dan alkohol melonjak. Mulai dari pesta minum berlebihan (binge drinking) sampai vaping dan eksperimen zat baru.
"Di sinilah peran polisi, sekolah, kampus, orang tua, dan komunitas sangat penting untuk mencegah anak muda terjerumus," kata Devie kepada wartawan, Jumat, 24 Oktober 2025.
Devie memandang Polri telah berupaya melindungi masyarakat dari ancaman narkoba. Seperti baru-baru ini mengungkap 38.934 kasus dan menyita 197,71 ton barang bukti narkoba sepanjang Januari-Oktober 2025.
Capaian besar ini, kata dia, menunjukkan polisi sudah kuat di sisi penindakan. Namun, Devie menyebut Polri punya tantangan berikutnya yakni meningkatkan daya cegah dan daya selamat di masyarakat, terutama menahan masuknya barang berbahaya. Kemudian menyelamatkan anak muda dari jebakan percobaan pertama dan membuat lingkungan kota dan kampus lebih aman.
"Ini bukan sekadar operasi rutin, tetapi penjagaan nyata atas masa depan anak-anak muda Indonesi," kata pengajar dan peneliti tetap program studi Hubungan Masyarakat Vokasi Universitas Indonesia itu.
Devie mengungkapkan bahaya ancaman narkoba kini sudah berubah. Bila sebelumnya hanya pemakaian rutin dalam jangka panjang, sekarang bahayanya jauh lebih kejam dan mematikan.
Menurut studi global, kata Devie, banyak remaja tidak rutin memakai narkoba tapi saat mereka mencoba sekali, barang yang digunakan sering jauh lebih berbahaya. Misalnya pil palsu mengandung zat berbahaya.
"Barang-barang ini, banyak beredar lewat media sosial dan toko online sehingga anak muda mudah tertipu. Inilah sebabnya, menurut riset global, walau penggunaan narkoba di kalangan muda tidak meningkat, jumlah overdosis justru naik," ungkapnya.
Lebih lanjut, Devie menegaskan keberhasilan Polri dalam menangkap jaringan narkoba adalah pilar pelindung. Namun, untuk benar-benar melindungi generasi muda, perlu langkah bersama.
Seperti penegakan hukum tetap tegas untuk memutus jaringan pengedar. Kemudian, edukasi di sekolah dan kampus agar anak muda paham risiko dan tahu ke mana mencari bantuan.
Selanjutnya, kesiapsiagaan darurat supaya overdosis bisa cepat ditangani. Tak kalah penting, kontrol ritel alkohol dan vape agar tidak mudah dijangkau remaja, dan kampanye digital dengan gaya Gen Z, jujur, singkat, dan faktual. Termasuk, lingkungan rumah sebagai pondasi utama.
"Dengan kolaborasi seperti ini, keberhasilan polisi akan terasa langsung dampaknya dalam kehidupan masyarakat," ujar Devie.
Devie mengatakan, kerja keras polisi untuk pilar penjaga sebagai langkah pencegahan. Sedangkan, bagi orang tua dan guru tugasnya pencegahan dini dan komunikasi terbuka dengan anak-anak muda. Sementara anak muda, harus memahami bahaya narkoba bukan hanya dari kecanduan jangka panjang, tapi juga dari sekali coba, yang bisa berakibat fatal.
"Sekarang, saatnya kita semua ikut menjaga benteng ini dengan edukasi, kepedulian, dan kesiapsiagaan di lingkungan terdekat. Karena perang melawan narkoba bukan hanya soal menangkap pelaku, tapi menyelamatkan generasi," pungkas Devie.
Barang bukti narkoba/Ilustrasi/Istimewa
Kabareskrim Polri Komjen Pol Syahardiantono menegaskan, pengungkapan kasus narkoba ini merupakan wujud komitmen dari Korps Bhayangkara dalam memberantas dan mencegah peredaran narkoba. Terlebih, Astacita ketujuh Presiden Prabowo Subianto.
"Pak Kapolri juga menegaskan untuk terus kita perang menuntaskan narkoba dari hulu ke hilir, harus dilakukan tanpa henti," kata Syahar dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Rabu, 22 Oktober 2025.