Sejumlah kendaraan mogok akibat melintasi jalanan yang tengah banjir di area Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta. Dokumentasi/ Tangkapan layar media sosial
Yogyakarta: Masa peralihan musim dari kemarau ke hujan potensial menimbulkan dampak ancaman bencana di Kota Yogyakarta. Situasi tersebut diperkirakan berlangsung hingga mendekati akhir tahun.
"Menurut prediksi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) masa peralihan atau pancaroba, dari musim kemarau ke musim hujan diperkirakan terjadi pada periode sekitar September sampai November atau Desember 2025. Fase peralihan tersebut dapat meningkatkan potensi cuaca ekstrem," kata Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Yogyakarta, Nur Hidayat, Kamis, 28 Agustus 2025.
Nur Hidayat mengatakan dampak dari cuaca ekstrem harus diwaspadai masyarakat. Utamanya terkait potensi kebencanaan seperti banjir, pohon tumbang, maupun atap rumah roboh. Menurut dia, dampak pancaroba juga bukan sekadar ancaman bencana alam.
"Selain kebencanaan ada juga dampak susulan yaitu penyakit, untuk itu kami mengimbau agar kita semua warga masyarakat harus semakin meningkatkan kesadaran pentingnya mitigasi bencana, menyiagakan diri dari segi kesehatan dan kebersihan tata lingkungan, karena pada dasarnya kalau ingin selamat harus dimulai dari diri sendiri, baru orang lain bisa membantu," jelas Nur Hidayat.
Nur menekankan pentingnya mitigasi bencana dengan memetakan potensi kebencanaan di lingkungan tempat tinggal. Hal itu dimulai dari mengelola sampah dengan bijak, membersihkan saluran air, memangkas ranting pohon yang berisiko tumbang, memperbaiki atap rumah yang lapuk, serta menyimpan barang berharga di tempat aman.
Selain itu, ia menyebut total ada 169 kampung masing-masing telah dibentuk Kampung Tangguh Bencana (KTB) untuk mendorong kemandirian masyarakat memitigasi dan menangani bencana.
"BPBD tentu menyiagakan personel dan peralatan untuk penanganan cepat bila terjadi bencana. Namun, peran serta masyarakat dalam memitigasi sangat penting untuk mengurangi risiko kerugian," jelas Nur Hidayat.
Ketua KTB Kampung Serangan, Kelurahan Notoprajan, Ibnu Hajar mengatakan untuk warga yang tinggal di kawasan bantaran sungai telah dibekali penyiagaan bencana lebih ekstra pada fase peralihan musim mengingat ada potensi kerawanan bencana banjir maupun talud longsor. Menurut dia, kampung di bantaran Sungai Winongo terdapat dua Early Warning System (EWS) yang dipasang.
"Kesepakatan kami ketika terjadi cuaca ekstrem disertai hujan deras dan angin kencang, kalau water level atau ketinggian air sudah mencapai 250 centimeter warga mulai dievakuasi," ujar Ibnu.