Dari Lahan Tidur Jadi Mal Ladang Jagung: Inovasi Kamilus Tupen untuk Petani

Petani asal NTT, Kamilus Tupen Jumat, menerima penghargaan Special Achievement dalam ajang Svarna Bhumi Award 2025 (Foto:Dok)

Dari Lahan Tidur Jadi Mal Ladang Jagung: Inovasi Kamilus Tupen untuk Petani

Patrick Pinaria • 26 August 2025 22:00

Jakarta: Para petani dan pejuang pangan di Tanah Air mendapat perhatian melalui ajang penghargaan Svarna Bhumi Award 2025. Salah satunya, Kamilus Tupen Jumat. Petani asal Nusa Tenggara Timur (NTT) tersebut menerima penghargaan berkat inovasinya dalam mengolah ladang jagung di tanah kelahirannya.
 
Kamilus menerima penghargaan Special Achievement dalam ajang Svarna Bhumi Award 2025 yang digelar di Studio Grand Metro TV, Minggu, 24 Agustus 2025.
 
"Terima kasih banyak. Saya dari area yang jauh datang ke sini dan dihargai. Ini luar biasa sekali. Saya terima kasih kepada PT Pupuk Indonesia (Persero) dan Metro TV telah mengangkat karya hari ini. Ada kebanggaan tersendiri, di mana karya Usaha Selamat ini bagaimana membantu orang muda bisa mengenal pertanian, bahwa menjadi pertanian itu adalah sesuatunya," ujar Kamilus.
 
"Dan kalau belum sentuh, memang belum tahu. Tapi kalau masuk ke dalam, dia punya bahagia beda. Terima kasih banyak Bapak sebagai perawat bumi dan kami melukis ukir bumi di Adenara, tempatnya juga orang muda silakan melukis bumi," lanjutnya.
 

Baca juga: 

Petani hingga Inovator Muda Raih Penghargaan Svarna Bhumi Award 2025


Sosok asal Desa Honihama, Pulau Adonara, Flores Timur ini berhasil membuktikan bahwa lahan kering tak selalu identik dengan keterbatasan. Dengan kegigihannya, ia mampu menyulap lahan tandus menjadi produktif dan bahkan mendirikan Mal Ladang Jagung pertama di Indonesia.
 
Kamilus, yang kini berusia 61 tahun, bukanlah sosok baru dalam dunia kerja. Ia pernah menjadi guru fisika di SMP, lalu merantau ke Malaysia dan meniti karier hingga menduduki jabatan manajer ekspedisi ekspor-impor. Namun pada tahun 2000, ia mengambil keputusan berani. Ia meninggalkan kehidupan mapan di negeri orang untuk kembali ke kampung halaman.
 
Sejak 2004, ia mengolah lahan tandus dengan cara ramah lingkungan. Alih-alih membakar, ia menggunakan batang jagung panen sebelumnya sebagai humus. Hasilnya, lahan tidur berubah menjadi kebun jagung produktif. Tapi keberhasilan itu sempat menimbulkan masalah baru: overproduksi jagung.
 
Tak berhenti di situ, Kamilus melahirkan ide segar. Pada 2017, ia mendirikan Mal Ladang Jagung Bayolewun. Konsepnya unik. Pengunjung bisa memetik jagung sendiri, lalu membayarnya di kasir layaknya berbelanja di swalayan.
 
Sistem ini bukan hanya memutus rantai distribusi, tapi juga memastikan harga jual stabil di Rp10 ribu untuk tiga tongkol jagung. Setiap petani menjualnya sendiri melalui satu pintu.
 
Sistemnya, pengunjung diberi keranjang anyaman lontar sebagai wadah penampung jagung yang dipetik. Pengunjung bebas memilih jumlah dan ukuran yang diinginkan. Setelah selesai, selayaknya swalayan, mereka membayar di meja kasir.
 
Baca juga: 

Svarna Bhumi Award 2025 Apresiasi Kerja Keras Pahlawan Pangan


Pembayaran yang terpusat dan tanpa perantara bertujuan untuk memutus rantai distribusi. Selain itu, tersedia penjualan online dengan jasa ojek lokal.
 
Terdapat tujuh varietas jagung manis yang dibagi menjadi tiga lantai berdasarkan ketinggian lahan.
 
Mal jagung itu menjadi ruang baru bagi petani dan generasi muda. Selain meningkatkan pendapatan, Kamilus juga mengajak masyarakat menjaga budaya gotong royong lokal yang disebut gemohing.
 
Dalam kelompok gemohing, setiap anggota membantu anggota lain dengan tenaga secara bergilir untuk mengelola lahan pertanian, salah satunya ladang jagung. Koperasi tersebut bukan koperasi simpan pinjam uang, melainkan tenaga kerja.
 
Setiap anggota kelompok wajib memiliki kebun. Upahnya bagi mandor sebesar Rp6.000/jam, sedangkan buruh sebesar Rp5.000/jam. Kelompok tani itu sekaligus menjadi usaha simpan pinjam dengan modal awal Rp7 juta yang berasal dari urunan anggota Tuan kebun yang tidak memiliki uang untuk membayar upah bisa meminjam dana koperasi. Awalnya anggota koperasi hanya 70 orang, dan saat ini mencapai 300 orang.
 
Kegiatan koperasi tersebut sempat terhenti karena sepi peminat. Namun, pada 2010 hidup kembali. Pada 2013, koperasi ini tersebar di beberapa tempat di Kabupaten Flores Timur.
 
Pada 2014, koperasi tersebut mati dengan sendirinya. Alasannya, semua anggota telah mandiri dan memiliki uang untuk menggarap lahan mereka sendiri. Kini, petani menanam varietas jagung dari luar Kumala, Bonanza, Paramita, Aumba, Lorenza, Jutawan, Jantan, dan Rasanya.
 
Inovasi Kamilus tak hanya menghidupkan pertanian, tapi juga membuka mata bahwa bertani bisa modern, produktif, dan menarik bagi generasi muda. Berkat dedikasinya yang konsisten, Kamilus Tupen dianugerahi Special Achievement Svarna Bhumi Award 2025 oleh PT Pupuk Indonesia (Persero) bersama Metro TV.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Rosa Anggreati)