Rerie: Pengelolaan SDA Harus Dimaksimalkan untuk Kesejahteraan Rakyat

Wakil Ketua MPR, Lestari Moerdijat (Rerie). Dok. Istimewa

Rerie: Pengelolaan SDA Harus Dimaksimalkan untuk Kesejahteraan Rakyat

Achmad Zulfikar Fazli • 31 January 2024 23:07

Jakarta: Kolaborasi lintas bidang terkait kebijakan serta keterlibatan masyarakat harus diwujudkan untuk mengoptimalkan potensi lahan basah dalam pelestarian lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang merata. Hal ini disampaikan Wakil Ketua MPR, Lestari Moerdijat (Rerie) saat membuka diskusi daring bertema Lahan Basah: Mengeksplorasi Potensi Kekayaan Sumber Daya Alam Kita yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12. 

"Sesuai amanat konstitusi UUD 1945, pengelolaan seluruh kekayaan sumber daya alam (SDA) dimaksimalkan untuk kesejahteraan rakyat, termasuk potensi lahan basah," kata Rerie, Jakarta, Rabu, 31 Januari 2023.

Potensi Kekayaan SDA

Menurut Rerie, Indonesia memiliki tujuh potensi kekayaan SDA, yakni potensi hutan, kekayaan biota laut, tambang, tanah, air, udara, dan pariwisata. 

Selain ketujuh potensi kekayaan SDA yang ada, Indonesia kaya akan lahan basah (wetland). Sehingga, nilai ekonomi dan ekologi lahan basah perlu mendapat perhatian lebih dalam upaya memanfaatkan dan melestarikan potensi yang ada. 

Berdasarkan potensi lahan basah yang dimiliki Indonesia, menurut Rerie, para pemangku kepentingan harus mampu memperhatikan pemanfaatan lahan basah melalui aturan dan tata kelola lahan basah yang baik. Hal ini untuk memitigasi perubahan iklim dan melestarikan ekosistem.

Apalagi, tegas Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem, itu sebagai negara yang meratifikasi Konvensi Ramsar, pemerintah wajib memberikan perlindungan pada lokasi lahan basah sekaligus merencanakan pemanfaatan lahan basah secara berkelanjutan.

Rerie sangat berharap potensi yang dimiliki Indonesia pada lahan basah dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya dengan menerapkan sejumlah kebijakan yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sekaligus pelestarian lingkungan di Tanah Air.

Potensi Ancaman Bencana

Sementara itu, Fungsional Madya, Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam, Kementerian PPN/ Bappenas, Dadang Jainal Mutaqin, mengungkapkan arah kebijakan pemerintah terhadap lahan basah baru tertuju pada lahan gambut dan mangrove. 

Dadang mengakui Indonesia sedang menghadapi bencana yang mengancam kehidupan manusia. Setidaknya ada tiga krisis yang mengancam manusia, yaitu perubahan iklim, peningkatan polusi, dan kehilangan keanekaragaman hayati. 

Hal itu, jelas Dadang, sudah ditandai dengan tren peningkatan bencana pada beberapa tahun terakhir, yang didominasi bencana hydro meteorologi. 

Dampak ekonomi yang ditimbulkan sejumlah bencana itu sejak 2020-2024 lebih dari Rp500 triliun, di luar kerugian kehilangan nyawa manusia. Jika bencana itu tidak dicegah, akan semakin besar dampaknya. 

Visi pengelolaan lahan basah di Indonesia, menurut Dadang, mengarah pada pengelolaan ekosistem gambut dan mangrove untuk mendukung pencapaian target pembangunan berkelanjutan dan mewujudkan ekosistem rendah karbon menuju visi Indonesia 2045.

Restorasi Mangrove

Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris BRGM, Ayu Dewi Utari, mengungkapkan BRGM merupakan badan yang di dalamnya terdiri dari banyak pihak, yaitu pegawai pemerintahan, akademisi, dan lembaga swadaya masyarakat. 

Ayu mengakui pihaknya menargetkan restorasi gambut seluas 1,2 juta hektare dan restorasi mangrove seluas 600 ribu hektare di Tanah Air hingga akhir 2024.

Dalam proses restorasi, jelas Ayu, dibutuhkan pemutakhiran peta mangrove setiap tahun mengingat cepatnya perubahan. Terutama, mangrove di pesisir yang berpotensi terkena abrasi dan hilang atau terkonversi menjadi tambak. 

Bila tidak ada upaya merestorasi mangrove, kata dia, Indonesia akan kehilangan luas tutupan mangrove 24 ribu hektare per tahun. 
 
Baca Juga: 

Mahfud MD: Food Estate Gagal!


Secara umum, jelas dia, upaya mitigasi yang dilakukan dalam proses restorasi gambut dan mangrove mengarah pada upaya mencegah emisi, mengurangi emisi, dan meningkatkan serapan emisi. 

Direktur Wetlands International Indonesia, Yus Rusila Noor, mengungkapkan peringatan Hari Lahan Basah Dunia pada setiap 2 Februari, mendorong pemanfaatan lahan basah secara bijaksana. 

Terkait definisi lahan basah, menurut Yus Rusila, biasanya setiap negara memiliki definisi masing-masing. Namun, bagi Indonesia definisi lahan basah merujuk pada Pasal 1 ayat 1 Konvensi Ramsar. 

Konvensi Ramsar adalah perjanjian internasional untuk konservasi dan pemanfaatan lahan basah secara berkelanjutan. Konvensi Ramsar diratifikasi pemerintah Indonesia pada 1991 melalui Keputusan Presiden RI Nomor 48 Tahun 1991

Menurut Yus Rusila, setiap lahan basah memberikan jasa terhadap ekosistem bagi umat manusia. Sehingga, dalam pengelolaan lahan basah, ada empat hal yang harus dilakukan, yaitu sinkronisasi kebijakan, penegakan hukum dan kebijakan, pemanfaatan pengetahuan dan teknologi, serta pelibatan masyarakat dalam setiap kegiatan.

Sungai Jadi Ekosistem Lahan Basah

Executive Director Ecoton, Prigi Arisandi mengungkapkan pihaknya akan memasukkan sungai sebagai bagian dari ekosistem lahan basah. 

Menurut Prigi, hutan merupakan sumber nutrisi dari sungai-sungai di Indonesia. Namun sangat disayangkan, 64 sungai strategis di Tanah Air sudah tercemar mikroplastik dan mikropolutan. 

Penebangan Pohon

Prigi juga menyayangkan di satu sisi pemerintah berupaya memperbaiki lahan yang rusak, tetapi masih membiarkan penebangan pohon-pohon besar dan mengeringkan rawa untuk menanam kelapa sawit. 

Prigi mengaku prihatin dengan upaya penegakan hukum yang selalu terkendala tumpang tindih kewenangan antarlembaga. 

Menurut dia, penting mendorong agar para pemimpin lokal melakukan upaya-upaya pencadangan dan perlindungan kawasan untuk mencegah perusakan.

Minim Informasi

Ketua Bidang Regional SIEJ, Aditya Heru Wardhana mengungkapkan isu terkait lahan basah belum menjadi perhatian para jurnalis. Bahkan, pada rangkaian debat capres dan cawapres, belum ada satu pun kandidat yang menyinggung isu lahan basah. 

Aditya mengakui liputan terkait lahan basah di media massa masih terbatas pada kegiatan seremonial. Lahan basah menjadi berita besar bila terkait dengan kebakaran lahan. 

Menurut Aditya, jurnalis lingkungan memegang peran kunci dalam proses membangun pemahaman dan kesadaran masyarakat terkait pentingnya peran lahan basah bagi keberlangsungan pelestarian ekosistem dan kesejahteraan masyarakat.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Achmad Zulfikar Fazli)