Indonesia terus memperkuat kerja sama multilatera dalam 10 tahun terakhir. (Dok. Kominfo)
Marcheilla Ariesta • 16 October 2024 22:49
Indonesia selalu menekankan penguatan kerja sama multilateral dengan organisasi/lembaga seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), G20, ASEAN, OKI, Gerakan Non-Blok, hingga MIKTA. Di bawah kepemimpinan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, selama 10 tahun terakhir, nama Indonesia semakin mencuat di dalam kerja sama multilateral.
Indonesia bahkan sempat menjadi ketua dan presiden dari beberapa organisasi multilateral itu, sebut saja sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, anggota Dewan HAM, presiden G20 hingga ketua ASEAN.
Ada saja gebrakan yang Indonesia lakukan dalam kepemimpinan di forum multilateral tersebut.
PBB
Indonesia termasuk negara yang menyatakan dukungan penuh terhadap Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) 67/19 pada 29 November 2012 mengenai masuknya Palestina sebagai negara non-anggota PBB.
Indonesia juga mendukung pengibaran bendera Palestina sebagai negara pengamat di Markas Besar PBB pada 30 September 2015.
Dukungan Indonesia untuk Palestina di PBB masih terus berlanjut hingga kini. Bahkan Indonesia menjadi salah satu negara yang kekeuh agar Palestina bisa duduk bersama negara anggota PBB lain dalam Sidang Majelis Umum PBB tahun ini.
Pada 2019, Indonesia terpilih menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB untuk periode 2019-2020. Hal ini merupakan kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat internasional kepada Indonesia yang memperoleh 144 suara dari 190 negara anggota PBB.
Menjadi Anggota Tidak Tetap DK PBB bukanlah hal baru baru Indonesia. Sebelumnya Indonesia pernah menduduki posisi ini pada periode 1973-1974, 1995-1996, dan 2007-2008.
Pada Mei 2019, Indonesia mendapat kesempatan sebagai Presidensi DK PBB. Kesempatan ini memang diberikan setiap bulan kepada negara anggota di periode tersebut.
Indonesia juga pernah dipilih sebagai anggota Dewan HAM PBB periode 2020-2022. Bahkan, Indonesia kembali terpilih sebagai anggota Dewan HAM PBB periode 2024-2026.
Kali ini, Indonesia memperoleh suara tertinggi di antara negara-negara Asia dan Pasifik. Indonesia mengamankan 186 suara, diikuti Kuwait 183 suara, Jepang 175 suara, dan Tiongkok 154 suara.
“Terpilihnya Indonesia sebagai Dewan HAM yang keenam kalinya, dan kali ini memperoleh suara terbanyak, merupakan wujud trust yang diberikan bagi Indonesia untuk terus dapat berkontribusi bagi pemajuan dan pelindungan HAM,” kata Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi dalam pernyataan resmi di situs Kementerian Luar Negeri RI, saat Indonesia terpilih tahun lalu.
Saat ini, Indonesia juga menjadi salah satu negara terbanyak yang mengirimkan personel pasukan penjaga perdamaian dunia (peacekeeper). Ini adalah komitmen RI untuk memajukan perdamaian dunia.
G20
Perlu berbangga hati karena Indonesia menjadi satu-satunya negara di Asia Tenggara yang masuk dalam kelompok 20 negara dengan ekonomi terbesar dunia (G20).
Pada 2022 lalu, Indonesia bahkan menjadi Presiden G20. Namun, presidensi Indonesia mendapat tantangan karena dihantui oleh perang Rusia-Ukraina.
Rusia merupakan salah satu anggota G20, sedangkan Ukraina adalah sekutu dari negara-negara anggota G7 - tentunya adalah anggota dari G20.
Perang pecah pada Februari 2022. Dan sejak saat itu, Indonesia mendapat tekanan besar dari anggota G20 yang masuk dalam kelompok G7.
Banyak pihak pesimis jika Indonesia dapat mendudukkan Rusia dengan Amerika Serikat yang merupakan sekutu besar Ukraina dan ‘musuh’ Rusia. Sempat ada ancaman, jika Indonesia mengundang Rusia hadir, maka mereka akan boikot pertemuan G20 tahun itu.
Namun, diplomasi Indonesia terus berjalan. Negosiasi demi negosiasi hingga akhirnya keluar lah chairman statement dan deklarasi bersama, bahkan Indonesia berhasil mendudukan AS dan Rusia dalam satu lokasi yang sama.
Keberhasilan Indonesia menjadi buah perbincangan banyak pihak. Bagaimana RI bisa menundukkan dua negara besar yang bermusuhan itu bersama.
Bahkan, dalam pertemuan G20, Presiden AS Joe Biden dan Presiden Tiongkok Xi Jinping melakukan pertemuan bilateral untuk pertama kalinya sejak beberapa tahun terakhir.
ASEAN
Sebagai ‘pusat’ ASEAN, Indonesia mendapat tekanan lebih saat menjabat sebagai ketua di 2023. RI dihadapkan pada harapan besar agar Myanmar dapat berdamai.
Sebagai tanggapannya, Indonesia membuat kantor utusan khusus untuk Myanmar, dan juga membentuk troika, yang terdiri dari ketua sebelum, sekarang dan yang akan datang.
Walaupun belum berhasil mendamaikan Myanmar seperti sediakala, namun perwakilan non-politis Myanmar tahun ini bisa hadir dalam setiap pertemuan ASEAN. Padahal, sejak kudeta dimulai pada 2021, tidak ada perwakilan non-politis Myanmar yang hadir dalam setiap agenda ASEAN.
Jika bicara mengenai Myanmar, Indonesia merupakan negara yang menginisiasi pertemuan darurat usai kudeta. Pejabat junta militer juga hadir kala itu, dalam pertemuan yang digelar di Jakarta.
Para pemimpin ASEAN dan junta sepakat merumuskan Konsensus 5 Poin (5PC) meskipun implementasinya masih sangat kurang oleh Myanmar.
Kepemimpinan Indonesia di ASEAN juga membawa Timor Leste disetujui secara prinsip keanggotaannya di ASEAN. Ini selangkah lagi Timor Leste menjadi anggota dari organisasi kawasan tersebut.
Indonesia menegaskan, akan membantu Timor Leste dalam pembangunan kapasitasnya, agar bisa memenuhi roadmap sebagai anggota tetap ASEAN.
Organisasi Kerja Sama Islam (OKI)
Sebagai negara dengan jumlah Muslim terbanyak di dunia, tentunya Indonesia bergabung dengan OKI dan menyerukan kemerdekaan bagi Palestina.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi merupakan salah satu dari delapan wakil OKI yang melakukan negosiasi dan dialog dengan negara mitra OKI untuk mengakui Palestina sebagai negara.
Sejak ditunjuk pada tahun lalu, Menlu Retno sudah mengunjungi lima negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Ia juga bersama perwakilan OKI lainnya melakukan kunjungan ke Eropa untuk menggalang suara bagi Palestina.
Hasilnya, Palestina mulai mendapat pengakuan sebagai negara dan bisa duduk bersama dengan negara anggota PBB saat Sidang Majelis Umum PBB di New York bulan lalu.
MIKTA (Meksiko, Indonesia, Korea, Turki dan Australia)
MIKTA dibentuk oleh negara berkembang yang menjadi anggota G20. MIKTA adalah forum konsultatif antar 5 negara yaitu Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turkiye, dan Australia.
MIKTA dibentuk pada tahun 2013 melalui pertemuan para Menteri Luar Negeri kelima negara anggota di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB ke-68 di New York, Amerika Serikat. Pembentukan MIKTA bertujuan memperkuat kerja sama antarnegara anggotanya untuk berkontribusi menjawab berbagai permasalahan global.
Indonesia menjadi ketua MIKTA pada 2023 lalu, bersamaan dengan keketuaan RI di ASEAN. Pada keketuaannya, Indonesia menegaskan, MIKTA perlu menjadi penting dan relevan bagi negara-negara anggotanya, bagi kawasan masing-masing, dan juga bagi dunia.
Indonesia menyusun strategi untuk mengajak keempat negara anggota MIKTA berbagi kesamaan dalam memandang dan merespon berbagai permasalahan global, khususnya pada 3 isu prioritas keketuaan Indonesia, yaitu penguatan multilateralisme, pemulihan inklusif, dan transformasi digital.
Indonesia ingin agar eksistensi dan kontribusi MIKTA dan negara-negara anggotanya semakin relevan dalam tatanan politik global di tengah rivalitas negara-negara adidaya.
Baca juga: 10 Tahun Perlindungan WNI: 200.000 Lebih Kasus Berhasil Diselesaikan