Fachri Audhia Hafiez • 7 May 2024 14:43
Jakarta: Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahardiansah menakar konsekuensi jika kementerian jadi ditambah. Gerak pemerintahan Prabowo-Gibran berpotensi terhambat.
"Negara tidak lincah karena penyakit kita ego sektoral, itu sulitnya disitu," kata Trubus kepada Medcom.id, Selasa, 7 Mei 2024.
Menurut dia, banyaknya kementerian dapat menyulitkan penerbitan kebijakan. Sebab, regulasi yang terbit mesti melibatkan kementerian terkait.
Dia mencontohkan ketika beberapa kementerian menggodok peraturan pemerintah (PP). Pembahasan aturan berpotensi molor karena masing-masing kementerian punya kepentingan.
"Misalnya mengeluarkan PP dikeluarkan melalui proses pembahasan antar kementerian, nah itu kementerian punya kepentingan sendiri-sendiri, itu lama keluar nya, PP itu bertahun-tahun. Kalau pun keluar enggak bisa dipahami," ucap Trubus.
Trubus mencontohkan polemik Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) terkait kebijakan dan pengaturan barang bawaan penumpang. Aturan itu dibahas lintas kementerian.
"Contoh Permendag, kasus bea cukai kena pajak itu kan dibahas kementerian perdagangan, perindustrian, keuangan, bea cukai," ucap Trubus.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Habiburokhman, merespons isu bertambahnya jumlah kementerian menjadi 40 pada era pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Dia menilai dalam konteks kenegaraan penambahan kementerian itu bagus.
"Jadi kita enggak bicara kalau gemuk dalam konteks fisik seorang per orang itu kan tidak sehat, tapi dalam konteks negara jumlah yang banyak itu artinya besar, buat saya bagus, negara kita kan negara besar. Tantangan kita besar, target-target kita besar," kata Habiburokhman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 6 Mei 2024.