Candra Yuri Nuralam • 23 November 2024 15:41
Jakarta: Praperadilan mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Kejaksaan Agung (Kejagung) diminta membuka data secara transparan dalam persidangan tersebut.
“Kita minta agar proses penyidikan yang dilakukan itu berjalan secara transparan dan akuntabel. Artinya bahwa pihak penyidik dalam hal ini Kejaksaan harus benar-benar profesional,” kata anggota Komisi III DPR Soedeson Tandra melalui keterangan tertulis, Sabtu, 23 November 2024.
Jaksa pada Kejagung memboyong dua saksi ahli dalam praperadilan yang diajukan Tom. Namun, keterangan mereka dihadirkan secara tertulis, bukan langsung.
Keterangan tertulis itu dinilai bagian dari kurangnya transparansi penanganan perkara yang dilakukan Kejagung. Majelis tunggal praperadilan diharap mempertimbangkan fakta yang dibawa secara objektif, tanpa mengikuti bisikan pihak tertentu.
“Kami cuman ingin mengingatkan semua pihak saja, termasuk jaksa penuntut umum dan juga hakimnya agar benar-benar transparan dan akuntabel, profesional,” ucap Soedeson.
Anggota Komisi III DPR Benny K Harman meminta majelis hakim praperadilan tidak memihak kepada salah satu kubu dalam praperadilan. Menurutnya, hukum wajib dijunjung tinggi tanpa tebang pilih.
“Asas bersamaan hukum itu adalah intinya hukum yang sama harus diterapkan kepada semua orang tanpa perbedaan kalau ada pelanggaran hukum maka sanksinya harus diterapkan kepada semua siapapun yang melanggar hukum, nah itu prinsipnya,” ujar Benny.
Benny juga mendorong Kejagung mengutamakan transparansi dalam kasus Tom Lembong. Jika bisa, Korps Adhyaksa diminta memberikan data perkaranya kepada Komisi III DPR.
“Kita minta kalau bisa Kejaksaan Agung dan Jampisdsusnya itu memberikan penjelasan secara lebih terbuka secara lengkap kepada komisi III tentang soal ini. Kenapa? Supaya tidak ada tuduhan-tuduhan yang tadi itu, itu yang kita minta,” kata Benny.
Tom Lembong menceritakan kronologi dirinya dijadikan tersangka. Pernyataan itu dicetuskan melalui keterangan tertulis dalam sebuah surat yang diberikan pengacaranya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Dalam ceritanya, Tom mengaku dipanggil empat kali oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) sebelum dijadikan tersangka. Semuanya berlangsung pada Oktober 2024.
“Saya dipanggil hanya sebagai saksi untuk beri keterangan, saya tidak meminta untuk didampingi penasihat hukum (ph) saya pada 4 kali kesempatan tersebut,” kata Tom dalam suratnya, dikutip pada Rabu, 20 November 2024.