Dok Medcom.id
7 May 2023 18:34
Kelompok masyarakat yang hendak mengajukan pengujian yudisial Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 harus memiliki argumen kuat. Modal itu diperlukan guna meyakinkan hakim agar memerintahkan KPU merevisi pembulatan desimal soal keterwakilan perempuan.
"Kalau mau ke MA, harus siapkan peluru dalam rangka memperkuat harapan kita agar keberpihakan terhadap perempuan diakomodasi," kata Dosen Ilmu Politik Fisip Universitas Sam Ratulangi Ferry Daud Liando dalam konferensi pers, Minggu (7/5/2023).
Ferry mengatakan masyarakat juga perlu mempertimbangkan tahapan pemilu yang sedang berjalan. Pengujian yudisial jangan sampai mengganggu tahapan tersebut.
"Serta jangan juga MA butuh waktu panjang sedangkan tahapan berjalan," ujar Ferry.
Ferry mengusulkan upaya lainnya ialah menyiapkan naskah akademik. Naskah itu menjadi tandingan narasi yang mencakup aspek sosiologis dan yuridis.
"Berisi pertimbangan-pertimbangan dan narasi-narasi lain selain PKPU," ujar dia.
Ferry mengingatkan PKPU Nomor 10 Tahun 2023 tidak serta-merta dikeluarkan KPU. KPU berkoordinasi dengan DPR dalam pengesahannya.
"Berarti DPR juga harus kita mintai klarifikasi dan perlu menggali kenapa DPR setuju dengan naskah dan rancangan ini," papar dia.
Sebelumnya, KPU mengeluarkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023. Beleid itu mengatur pencalonan anggota DPR dari tingkat pusat sampai daerah. PKPU tersebut memungkinkan keterwakilan perempuan di bawah 30 persen.
Pasal 8 ayat (2) PKPU itu mengatur soal pembulatan desimal ke bawah. Ini dapat terjadi jika dalam hal penghitungan 30 persen jumlah bakal calon perempuan di setiap daerah pemilihan atau dapil menghasilkan pecahan kurang dari 50 di belakang koma.
"Pengaturan yang tertuang di dalam PKPU Nomor 10 tahun 2023 tersebut itu sudah melalui rapat konsultasi di DPR dan sebelumnya juga sudah melalui uji publik serta FGD (focus group discussion)," kata anggota KPU Idham Holik saat dihubungi, Rabu, (3/5/2023).