Saham China Evergrande jeblok 80 persen setelah dibuka. Foto: AP.
Ade Hapsari Lestarini • 28 August 2023 14:03
Hong Kong: Saham pengembang Tiongkok, Evergrande, anjlok sekitar 80 persen ketika mereka memulai perdagangan di Hong Kong untuk pertama kalinya dalam satu setengah tahun.
Saham tersebut telah kehilangan lebih dari 99 persen nilainya dalam tiga tahun terakhir karena Beijing melakukan tindakan keras terhadap perusahaan properti.
Melansir BBC, Senin, 28 Agustus 2023, Evergrande berada di tengah krisis pasar real estat yang mengancam negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia itu.
Evergrande bukukan kerugian USD4,5 miliar
Perusahaan tersebut telah membukukan kerugian sebesar 33 miliar yuan (USD4,5 miliar) untuk enam bulan pertama tahun ini. Namun, angka tersebut merupakan peningkatan dari kerugian sebesar 66,4 miliar yuan yang dilaporkan pada periode yang sama tahun sebelumnya.
"Direktur perusahaan telah mengambil sejumlah langkah untuk meningkatkan posisi likuiditas dan posisi keuangan grup," kata Evergrande dalam pengajuannya ke Bursa Efek Hong Kong.
Pendapatan perusahaan tersebut pada enam bulan pertama tahun ini telah melonjak 44 persen menjadi 128,2 miliar yuan dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, persediaan uang tunainya turun 6,3 persen dibandingkan periode yang sama.
Saham Evergrande telah ditangguhkan perdagangannya sejak Maret 2022.
"Kunci bagi para pengambil kebijakan saat ini adalah mencegah penularan keuangan dan membatasi dampak buruknya terhadap sistem keuangan secara keseluruhan," kata Kepala ekonom Asia Pasifik di perusahaan investasi Vanguard, Qian Wang, kepada
BBC.
Menurut Qian Wang, para pembuat kebijakan perlu menyediakan likuiditas lebih lanjut dan memberi dukungan kredit terhadap perekonomian dan sektor real estat.
Baca juga: Tiongkok akan Pangkas Bunga Pinjaman Properti
Masalah di sektor properti Tiongkok
Masalah di pasar
properti Tiongkok telah menambah kekhawatiran terhadap pemulihan ekonomi terbesar kedua di dunia pascapandemi.
Pada Senin, Tiongkok mengurangi separuh pajak 0,1 persen pada perdagangan saham untuk menggiatkan pasar modal dan meningkatkan kepercayaan investor.
Langkah ini dilakukan beberapa hari setelah bank sentral negara tersebut memangkas salah satu suku bunga utamanya untuk kedua kalinya dalam tiga bulan. Hal ini dilakukan dalam menghadapi penurunan ekspor dan lemahnya belanja konsumen.
Indeks saham utama di Hong Kong dan Tiongkok daratan diperdagangkan lebih tinggi setelah berita tersebut.
Bulan lalu, Evergrande mengungkapkan pada 2021 dan 2022 mereka mengalami kerugian total sebesar 581,9 miliar yuan.
Awal bulan ini, Country Garden, yang juga merupakan salah satu pengembang properti terbesar di Tiongkok, memperingatkan mereka mungkin mengalami kerugian hingga USD7,6 miliar (enam miliar poundsterling) dalam enam bulan pertama tahun ini.
Lembaga pemeringkat Moody's menurunkan peringkat perusahaan tersebut, dengan alasan meningkatnya risiko likuiditas dan pembiayaan kembali.
Industri real estat Tiongkok terguncang ketika peraturan baru untuk mengontrol jumlah uang yang dapat dipinjam oleh perusahaan real estat besar diberlakukan pada 2020.
Evergrande, yang pernah menjadi pengembang terlaris di Tiongkok, memiliki utang lebih dari USD300 miliar seiring dengan ekspansi agresifnya menjadi salah satu perusahaan terbesar di Tiongkok.
Perusahaan tersebut melewatkan tenggat waktu penting pada 2021 karena gagal melakukan pembayaran bunga atas pinjaman internasional sekitar USD1,2 miliar.
Permohonan pengajuan perlindungan kebangkrutan
Evergrande telah berupaya untuk menegosiasikan kembali perjanjiannya dengan kreditur setelah gagal membayar utang. Awal bulan ini, perusahaan mengajukan permohonan perlindungan kebangkrutan Bab 15 di pengadilan di New York.
Bab 15 melindungi aset AS dari perusahaan asing saat perusahaan tersebut berupaya merestrukturisasi utangnya.
Masalah keuangan Evergrande telah melanda industri properti di negara tersebut. Beberapa pengembang lain gagal membayar utangnya dan meninggalkan proyek bangunan yang belum selesai di seluruh negeri.