Jakarta: Rencana Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) meningkatkan penyedia standar internet 100 Mbps masih membutuhkan aspirasi hingga kajian lebih mendalam sehingga harga yang tidak memberatkan masyarakat atau merugikan penyedia layanan internet.
"Peraturan yang akan dibuat harus melalui masukan dari operator kami sedang mencari masukan seperti apa kebijakan apakah bertahap atau serentak kami mencari masukan ke penyelenggara komunikasi. Kajian ini untuk menyusun kebijakan, tanpa ada kajian kita tidak berani menyusun kebijakan," kata Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kominfo, Wayan Toni Supriyanto di Jakarta, Rabu, 31 Januari 2024.
Sehingga ia juga belum bisa menjawab terkait biaya jika standar
internet naik menjadi 100 Mbps. "Kalau mahal belum bisa kita jawab karena bisa saja nanti menurut masukkan operator dengan kecepatan seperti ini justru pelanggan lebih banyak justru menurunkan tarif."
"Belum bisa kami jawab. Jadi kita masih mengkaji jangan sampai merugikan masyarakat dan operator. Kita sampai saat ini masih menerima masukan standar minimum pelayanan internet," tambah dia menjelaskan.
Di kesempatan yang sama Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Muhammad Arif menjelaskan tantangan pengguna internet saat ini adalah
internet backbone (koneksi kecepatan tinggi internet) tidak memiliki kebijakan yang serentak di setiap daerah termasuk patokan harga.
Arif mencontohkan harga satu
backbone fiber optik di Pulau Jawa sekitar Rp10 juta sementara di Makassar atau Manado Sulawesi, harganya bisa mencapai Rp40-50 juta dengan barang yang sama.
"Diharapkan dapat meningkatkan kenaikan. Wilayah timur cenderung lebih mahal 100 Mbps di Jawa dan di timur itu berbeda. Sehingga butuh kajian dan operator dan visi ini bisa merata. Kehadiran UMKM akan sangat terbantu bukan hanya UMKM tapi semua masyarakat," ujar Arif.
Baca juga: Kominfo Bidik Cetak 200 Ribu SDM Digital di 2025