Jurnalis senior Media Indonesia. Foto: Media Indonesia.
Imanuel R Matatula • 24 May 2024 21:20
Jakarta: Draf revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran menuai kontroversi di tengah masyarakat. Salah satu pasal yang menjadi perhatian adalah Pasal 50B ayat 2, lantaran melarang penayangan eksklusif liputan investigasi.
Jurnalis Senior Media Indonesia Abdul Kohar mengatakan pasal ini secara tidak langsung membuat dunia penyiaran bahkan secara umum dunia pers seperti kehilangan nyawa. Lantas menjadi pertanyaan apa alasan hak eksklusif itu dilarang.
"Jantung dari Pers itu baik cetak, elektronik, online, semua ada di investigasi, itu menjadi pembeda," kata Abdul dalam tayangan YouTube Media Indonesia, Jumat, 24 Mei 2024.
Sebagai jurnalis senior, Abdul menilai pada dasarnya investigasi adalah hal yang ekslusif. Jika media tidak memiliki karya investigasi, patut dipertanyakan apa peran media sebagai pilar demokrasi.
Multitafsir terkait kata investigasi dalam draf RUU tersebut pun muncul. Di antaranya tayangan tidak boleh bersifat eksklusif milik stasiun televisi tertentu, konten tidak boleh didistribusikan ke platform lain meski memiliki lembaga penyiaran, dan lain sebagainya.
"Jadi serba bingung akhirnya menerjemahkan apa yang dimaksud dengan larangan penayangan eksklusif konten investigasi," ucap Abdul.
Baca juga: Panggung Demokrasi - Pers Dibungkam, Demokrasi Terancam |