Menggali Sektor Kunci Investasi Berkelanjutan di Indonesia

Jakarta: Wakil Ketua Umum Bidang Investasi, Hilirisasi, dan Lingkungan Hidup Kadin Indonesia Bobby Gafur Umar mengatakan Indonesia memiliki tantangan besar untuk menumbuhkan ekonomi sebesar delapan persen.

"Jika hal ini tidak tercapai, maka Indonesia tidak akan menjadi Indonesia emas," ujar Bobby, dalam acara Executive Forum "Menggali Sektor Kunci Investasi Berkelanjutan di Indonesia", di The Ritz-Carlton Jakarta, Senin, 18 November 2024.

Berikut ini beberapa hal yang disoroti oleh Bobby dalam Executive Forum.
 

1. Growth outlook 2024 dan selanjutnya diperkirakan masih flat

Emerging market and developing economies diperkirakan stabil hanya tumbuh sedikit dari empat persen di 2024 menjadi 4,1 persen di 2025. Bahkan di Asia, emerging market diperkirakan turun dari 5,1 persen di 2024 menjadi 4,8 persen di 2025. Bobby mengatakan ada langkah signifikan di Amerika Latin yang menyalip kinerja emerging market di Asia.
 

2. Tekanan inflasi global sudah menurun walaupun tidak serendah yang diharapkan

Inflasi global diperkirakan turun dari 6,7 persen pada 2023, 5,8 persen pada 2024, serta 4,3 persen pada 2025. Penurunan inflasi lebih cepat terjadi di negara maju, tapi akan stabil dan mencapai di angka dua persen pada 2025. Sedangkan, di negara berkembang inflasi turun mulai dari 8,1 persen pada 2023, ke 7,9 persen pada 2024, tetapi sesudahnya akan turun lebih cepat menjadi 5,9 persen pada 2025.
 

3. Pelambatan ekonomi Tiongkok masih akan membawa dampak pada lemahnya pertumbuhan global

Pelambatan ekonomi Tiongkok makin nyata antara lain kontraksi sektor properti yang jauh lebih lama dari yang diperkirakan. Penjualan ritel dan costumer confidence di Tiongkok masih lemah.
 

4. Perang Rusia-Ukraina membawa dampak geopolitik: harga volatile, tapi perdagangan stabil

Perdagangan dunia secara total tidak terpengaruh tekanan geopolitik, walaupun harga menjadi volatile. Walaupun ada tekanan geopolitik, perdagangan dunia sebagai proporsi dan PDB tidak terlalu terpengaruh, masih tetap stabil walaupun naik turun.

"Dampak hal ini tetap dirasakan oleh negara yang tidak sejalan dengan geopolitik. Perdagangan menurun akibat perang antara Rusia dan Ukraina tapi lebih tajam turunnya dengan blok negara yang tidak sejalan secara geopolitik ketimbang negara yang sejalan," jelas Bobby.
 

Baca juga: Komisi XI DPR Minta Menkeu Buat Roadmap Target Pertumbuhan Ekonomi 8%

5. Mengacu ke perang dingin (1947-1991), perdagangan menurun lebih tajam dengan negara yang berseberangan blok ketimbang negara nonblok

Menjadi penting untuk Indonesia tetap netral, tidak menunjukkan pemihakan atas AS maupun Tiongkok. Langkah Presiden Prabowo yang baru saja mengunjungi Tiongkok, dilanjutkan mengunjungi AS patut dihormati.
 

6. Perang Dagang AS-Tiongkok di bawah presiden Trump dampak membawa dampak positif bagi Indonesia

Perang dagang yang terjadi berdampak pada meningkatnya ekspor dari negara berstandar ke AS maupun ke seluruh dunia. Angka ekspor Tiongkok ke AS meningkat tajam belakangan ini, sebagai antisipasi perusahaan Tiongkok atas kenaikan tarif akibat perang dagang.
 

7. Pertumbuhan perdagangan dan investasi berkelanjutan lebih tinggi dibandingkan perdagangan dan investasi secara umum

Pertumbuhan industri EV menjadi kesempatan bagi Indonesia yang memiliki cadangan nickel terbesar. Share in global car ekspor industri otomotif yang terus mengalami transformasi dari mobil konvensional ke mobil elektrik, ditambah pemain-pemain baru seperti Tiongkok dan Korea.
 

8. Kebijakan Indonesia untuk mendukung perdagangan dan investasi berkelanjutan

"Realisasi implementasi kebijakan biofuel di Indonesia mendukung perdagangan dan investasi berkelanjutan. Indonesia merupakan produsen terbesar CPO, memiliki bahan baku seperti singkong, tebu, dan jagung. Indonesia memiliki visi mencapai swasembada energi melalui biofuel. COP29 Indonesia dapat pendanaan Rp20,18 triliun untuk energi bersih. Pada COP29 pemerintahan presiden Prabowo Subianto mendeklarasikan komitmen tambahan," ujar Bobby. (Ridini Batmaro)