Ilustrasi. Foto: Freepik
Annisa Ayu Artanti • 18 November 2024 12:30
Jakarta: Harga emas (XAU/USD) memulai pekan ini dengan pemulihan mendekati USD2.570, setelah mengalami penurunan selama enam hari berturut-turut.
Meskipun logam mulia ini berpotensi untuk melanjutkan tren
bullish, kekuatan dolar AS (USD) yang dominan tetap menjadi hambatan utama bagi kenaikan harga emas.
Menurut analis Dupoin Indonesia, Andy Nugraha pergerakan emas saat ini menunjukkan sinyal bullish berdasarkan indikator teknikal Moving Average yang terbentuk.
"Proyeksi hari ini memperkirakan harga emas berpotensi naik hingga USD2.612 jika momentum bullish dapat dipertahankan. Namun, jika harga mengalami reversal, emas diprediksi dapat turun hingga target terdekat di USD2.559," tuturnya dalam keterangan tertulis, Senin, 18 November 2024.
Tren bullish ini didukung oleh data Penjualan Ritel AS yang dirilis pada Jumat lalu. Data menunjukkan kenaikan 0,4 persen MoM, sedikit di atas estimasi 0,3 prsen namun lebih rendah dari revisi bulan sebelumnya sebesar 0,8 persen.
Meski begitu, data penjualan ritel non-otomotif naik hanya 0,1 persen, jauh di bawah ekspektasi 0,3 persen.
"Kombinasi ini menunjukkan konsumen AS masih cukup aktif berbelanja, meskipun terdapat tanda-tanda perlambatan di beberapa sektor," ujar dia.
Ilustrasi. Foto: Freepik
Tren bullish mulai terlihat
Meskipun tren bullish mulai terlihat, lanjut Andy, tekanan dari penguatan Dolar AS terus membayangi. Indeks Dolar AS (DXY) mencatat level tertinggi baru tahun ini didorong oleh data inflasi AS yang solid dan komentar optimis dari Ketua Federal Reserve Jerome Powell.
Powell menyatakan bahwa ekonomi AS berjalan sangat baik. The Fed dinilai tidak perlu mengambil pendekatan agresif untuk memangkas suku bunga.
Dolar AS yang kuat cenderung memberikan tekanan pada harga emas, karena logam mulia ini diperdagangkan dalam mata uang AS. Selain itu, sebagai aset yang tidak menghasilkan bunga, emas sering berkinerja buruk dalam lingkungan suku bunga yang lebih tinggi.
Berita politik di AS juga berkontribusi terhadap tekanan pada emas. Partai Republik berhasil menguasai mayoritas di Dewan Perwakilan Rakyat, selain mengendalikan Senat dan Gedung Putih.
Kondisi ini memungkinkan Presiden terpilih Donald Trump dan partainya untuk mendorong kebijakan ekonomi yang berpotensi meningkatkan inflasi. Namun, hal ini juga dapat memaksa The Fed mempertahankan suku bunga tinggi, yang negatif bagi emas.
Secara keseluruhan, menurut Andy, harga emas saat ini menghadapi dinamika yang kompleks antara faktor teknikal dan fundamental.
"Meskipun tren bullish mulai terlihat dari indikator teknikal, penguatan Dolar AS yang didukung data ekonomi dan komentar optimis dari The Fed dapat terus membatasi ruang kenaikan emas," jelas dia.