Lama Dibahas, Peningkatan Tarif KRL Berdasarkan NIK Menjadi Tak Sesuai

Ilustrasi KRL/MI

Lama Dibahas, Peningkatan Tarif KRL Berdasarkan NIK Menjadi Tak Sesuai

Medcom • 1 September 2024 15:14

Jakarta: Peningkatan tarif KRL berdasarkan nomor induk kependudukan (NIK) disebut telah lama dibahas, sejak 2018. Ketika hendak diimplementasikan tahun depan, kebijakan itu menjadi tak sesuai.

"Namun sekarang jadi masalah, ketika kondisi layanan KRL memburuk, tiba-tiba akan ada kebijakan berdasar NIK. Waktunya kurang tepat di saat layanan KRL kurang bagus yang disebabkan kurangnya armada kereta," kata Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setidjowarno kepada Metrotvnews.com, Minggu, 1 September 2024.

Menurut dia, kebijakan itu seharusnya komprehensif mengatur peningkatan layanan KRL. Tak seperti sekarang, merujuk pada ketersediaan gerbong.

 

Baca: Wacana Tarif KRL Berbasis NIK, Menhub: Pemerintah Mengupayakan Masyarakat Dapat yang Terbaik

"Baru mulai Maret 2025, akan datang secara bertahap rangkaian kereta yang dipesan dari Tiongkok," kata dia.

Djoko mengatakan subsidi KRL yang diberikan berdasarkan NIK, kurang efektif. Dia memberi opsi lain soal subsidi KRL, yakni peniadaan potongan harga saat akhir pekan dan hari libur.

Menurut Djoko, hal tersebut bakal sejalan dengan tujuan pemerintah, yakni memangkas sepertiga public service obligation (PSO) yang ada. Penghematan ini, kata dia, bisa dialihkan untuk angkutan perintis di daerah lain.

Juru bicara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Adita Irawati mengatakan subsidi berbasis NIK sudah ada sejak 2023. Adita mengeklaim PT Kereta Api Indonesia (KAI) punya sistem mumpuni yang memungkinkan penerapan.

"Kita lihat nanti, kita lihat hasil pembahasannya seperti apa, perlu konsultasi publik, melihat dinamika, dan respons dari stakeholder," kata Adita, di Jakarta, Kamis, 29 Agustus 2024 lalu. 

Senada, Menteri Perhubungan Budi Karya menegaskan ada studi terkait subsidi ini. Agar semua angkutan umum bersubsidi digunakan oleh orang yang memang sepantasnya mendapatkan subsidi. 

"Kita lagi studi bagaimana semua angkutan umum bersubsidi itu digunakan oleh orang yang memang pantas untuk mendapatkan, bahwa nanti kalau ada (berbasiskan) NIK, ya itu masih wacana, masih studi," ujar Budi Karya. 

Ketua Komunitas KRLMania, Nurcahyo, turut menanggapi wacana ini. Khususnya, terkait konsep subsidi tranportasi publik yang berbeda dengan bantuan sosial yang didasarkan pada kemampuan ekonomi. 

Seharusnya, subsidi pemerintah pada transportasi publik dimotivasi kepentingan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. Dengan begitu, bisa untuk mengurangi kemacetan dan polusi udara. 

"Transportasi publik seperti KRL dirancang untuk melayani seluruh lapisan masyarakat tanpa memandang kelas sosial atau ekonomi," tegas Nurcahyo, Jumat, 30 Agustus 2024. 

Jagat media sosial pun dibuat ramai dengan wacana subsidi tarif KRL berdasarkan NIK. Salah satu akun Instagram dengan centan biru, @biasalahanakmuda, menentang keras recana tersebut. Unggahan perihal wacana tersebut pun telah dibagikan lebih dari 12 ribu kali. 

Dalam unggahannya, akun itu menyebut, "Bukannya di-support, malah disegmentasi." Akun itu pun mempertanyakan referensi wacana tersebut, pasalnya di beberapa negara justru menggratiskan transum. 

"Masalahnya di kapasitas, korbannya kelas menengah lagi," sebut akun itu. 

Akun itu pun mempertanyakan, apakah pembuat kebijakan pernah menggunakan transum. Menurut akun itu, pengguna KRL dan transum telah membantu pemerintah untuk mengurangi beban kemacetan. 

"Catet ya. Mimpi kita adalah punya transum yang nyaman, aman, dan inklusif," ujar @biasalahanakmuda. 

Pada akhir unggahannya, akun itu mengutip pernyataan Wali Kota Bogota, G Petro, "Kota yang baik bukan di mana orang miskin naik mobil, tapi di mana orang kaya naik transportasi umum."

Subsidi PSO KRL Jabodetabek diperkirakan menyentuh angka Rp7,88 triliun, berdasarkan APBN 2024. Jumlah itu meningkat Rp5,09 triliun ketimbang 2023, dengan peningkatan rata-rata 2,4 persen pertahun.

Merujuk pada laporan KAI Commuter, realiasi laporan yang tersedia hingga 2022, subsidi mencapai Rp1,41 triliun. Sementara itu, subsidi pada 2018-2022 berada di kisaran Rp1,13 triliun-1,63 triliun.

Dalam tiga tahun terakhir, yakni pada 2020-2022, total anggaran subsidi KRL mencapai Rp4,2 triliun.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Lukman Diah Sari)