Menag Dorong Pesantren Kembangkan Tradisi Intelektual Kritis Berbasis Turats

Menteri Agama Nasaruddin Umar. Dok Kemenag.

Menag Dorong Pesantren Kembangkan Tradisi Intelektual Kritis Berbasis Turats

Arga Sumantri • 4 October 2025 16:56

Wajo: Menteri Agama Nasaruddin Umar mendorong pondok pesantren mengembangkan tradisi intelektual kritis berbasis turats. Pesantren harus mampu mengkaji kitab-kitab turats dengan pendekatan multidisipliner.

Hal ini disampaikan Nasaruddin Umar saat membuka Halaqah Internasional di Pesantren As’adiyah Pusat Sengkang, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan. Forum ini mengangkat tema 'Transformasi Sosio-Ekologis dan Solusi Epistemologis Berbasis Turats.'

"Tidak semua kitab kuning bisa disebut turats," ungkap Nasaruddin dikutip Sabtu, 4 Oktober 2025. 

Nasaruddin mengingatkan pentingnya cara membaca yang komprehensif sebagaimana diperintahkan Al-Qur'an. Ia menjelaskan ada tiga objek utama bacaan bagi setiap muslim, khususnya para santri.

"Yang pertama adalah membaca alam semesta, yang kedua adalah membaca ayat-ayat yang merasuk dalam diri manusia, dan yang ketiga adalah membaca kitab suci Al-Qur'an," ujar Nasaruddin.

Menurut dia, kata iqra’ tidak sekadar berarti melafalkan huruf, tetapi juga menghimpun. Seperti pohon yang menghimpun akar, batang, daun, dan buah; atau manusia yang menghimpun seluruh unsur makrokosmos dalam dirinya. 

Namun, Nasaruddin menegaskan pesantren jangan berhenti pada bacaan tekstual semata. Al-Qur'an harus dipahami tidak hanya sebagai petunjuk bagi seluruh manusia, tetapi juga sebagai firman Allah yang hanya bisa diakses melalui ketakwaan dan kedalaman spiritual.

Ia menekankan bahwa pesantren harus mampu mengkaji kitab-kitab turats dengan pendekatan multidisipliner, mulai dari semantik, filologi, hingga antropologi. Hal ini agar khazanah klasik itu tetap hidup dan relevan dengan tantangan zaman.

"Kitab turats adalah karya yang ditulis oleh ulama mumpuni, yang menghayati filosofi dasar Al-Qur'an dan hadis, serta mampu mengangkat martabat kemanusiaan dan mendekatkan diri kepada Allah," tegas Nasaruddin.

Santri. Dok Kementerian Agama.

Ia juga mengingatkan membaca dalam Islam tidak boleh dipersempit hanya pada dimensi tekstual. Tradisi iqra’ harus ditopang oleh kesadaran kritis terhadap realitas sosial dan ekologis, dengan turats sebagai basis epistemologisnya. 

"Al-Qur'an itu bukan sekadar informasi, tapi konfirmasi. Membaca Al-Qur'an berarti membaca alam, membaca diri, lalu mengonfirmasikan semuanya dengan wahyu. Itulah tradisi ilmiah pesantren yang harus terus dikembangkan," kata Nasaruddin.

Selanjutnya, Direktur Jenderal Pendidikan Islam Amien Suyitno menambahkan pentingnya kontekstualisasi maqashid al-syariah agar agama selalu relevan dengan zaman. Ia menyoroti bab thaharah dalam fiqih yang sering dipahami sempit, padahal sejatinya mengandung pesan ekologis.

"Menjaga air adalah bagian dari thaharah. Itu artinya menjaga kebersihan dan lingkungan juga ibadah. Inilah bentuk ekoteologi, membaca kehidupan dan alam dengan Al-Qur'an sekaligus ditopang pemahaman turats," jelas Suyitno.

Suyitno menegaskan, pesantren memiliki peran strategis dalam melahirkan fiqih yang responsif terhadap isu-isu modern, termasuk krisis lingkungan. Dengan turats sebagai fondasi dan realitas sebagai ladang praksis, halaqah ini diharapkan melahirkan gagasan yang dapat menjadi rujukan kebijakan publik.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Arga Sumantri)