Ilustrasi TKDN. Foto: Sinergimitra.com
Insi Nantika Jelita • 13 May 2025 11:28
Jakarta: Ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai batas minimum Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) 25 persen memberikan karpet merah bagi produk-produk impor.
Dia berpandangan ketentuan ini bisa saja dimanfaatkan sebagai 'pintu belakang' bagi produk impor yang hanya mengalami sedikit modifikasi agar seolah-olah memenuhi kriteria administratif.
"Dalam praktiknya, ini bisa saja menjadi pintu masuk bagi produk impor yang hanya dipoles agar seolah-olah memenuhi syarat administratif," ungkap Yusuf kepada Media Indonesia, dikutip Selasa, 13 Mei 2025.
Alih-alih menjadi pendorong bagi pelaku industri untuk meningkatkan kandungan lokalnya, ketentuan tersebut dinilai dapat membuka celah besar untuk tetap menggunakan produk dengan kontribusi dalam negeri yang amat minim.
Produk semacam ini, katanya, meskipun secara legal dapat masuk dalam skema pengadaan pemerintah, pada dasarnya tidak berkontribusi nyata terhadap penguatan industri dalam negeri.
Lebih jauh, Yusuf mengingatkan toleransi terhadap produk dengan TKDN rendah dapat melemahkan dorongan kepada industri dalam negeri untuk melakukan transformasi nyata. Hal ini berisiko menciptakan jurang antara regulasi dan kenyataan di lapangan.
"Ketentuan tersebut membuat pelaku industri untuk benar-benar bertransformasi menjadi lemah," ucap dia.
Yusuf kemudian menegaskan keberhasilan kebijakan TKDN sangat bergantung pada ketegasan pemerintah dalam menutup celah manipulasi data serta komitmen memperkuat kapasitas industri lokal secara konkret.
Menurutnya, tanpa pengawasan ketat dan dukungan riil terhadap sektor industri, niat baik untuk memperkuat industri domestik justru bisa berubah menjadi kontradiksi antara regulasi dan realitas di lapangan.
Baca juga: Industri Nasional Disebut Punya Resiliensi, Tapi Pasar Domestik Banjir Impor Murah |