Begini Strategi PTBA Kebut Hilirisasi Minerba

Ilustrasi, Gedung PT Bukit Asam. Foto: dok PTBA.

Begini Strategi PTBA Kebut Hilirisasi Minerba

Insi Nantika Jelita • 3 August 2025 18:15

Jakarta: Direktur Utama (Dirut) PT Bukit Asam Tbk (PTBA) Arsal Ismail menegaskan komitmen perusahaan dalam menjalankan strategi hilirisasi minerba. Ini sejalan dengan upaya pemerintah yang menjadikan hilirisasi minerba sebagai motor penggerak utama dalam target investasi Indonesia pada periode 2025-2029.

Anak usaha dari Mind ID (Holding Industri Pertambangan Indonesia) itu memiliki potensi sumber daya batu bara sebesar 5,7 miliar ton, dengan cadangan optimal sebesar 2,3 miliar ton. Cadangan ini tersebar di wilayah Tanjung Enim, Sumatra Selatan dan Peranap, Riau. 

Arsal mengatakan pemanfaatan batu bara yang dikelola PTBA secara langsung digunakan untuk sektor-sektor seperti pembangkit listrik, industri semen, smelter, dan sektor industri lainnya.

"Kami secara tegas mendorong hilirisasi dan pengembangan industri berbasis sumber daya alam untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri," ujar Arsal dalam acara Indonesia Mining Forum 2025 yang digelar Metro TV, dikutip Minggu, 3 Agustus 2025.

Salah satu proyek penting yang sedang dikembangkan adalah proyek gasifikasi batu bara menjadi gas dimethyl ether. Arsal mengakui proyek kerja sama DME (dimethyl ether) di Tanjung Enim dengan perusahaan asal Amerika Serikat, Air Products, gagal dilanjutkan.

Namun, aku dia, PTBA kini tengah melakukan kajian ulang yang komprehensif dan mendalam agar proyek tersebut bisa berjalan secara ekonomis.

"Proyek DME kemarin sempat gagal, tapi sekarang kami lagi berproses lagi untuk melakukan kajian yang sangat mendalam dan detil. Agar jangan sampai proyek ini menimbulkan dampak, terutama keekonomiannya yang tidak bagus," tegas Arsal.
 

Baca juga: Kejar Target Ekonomi 8%, Pemerintah Incar Investasi Rp13 Ribu Triliun


(Ilustrasi. Foto: dok Kementerian ESDM)
 

Hadapi sejumlah tantangan 


Arsal kemudian menyoroti sejumlah tantangan yang dihadapi industri batu bara. Pertama, ketidakpastian ekonomi global yang memicu volatilitas makroekonomi serta memperlambat pertumbuhan industri di berbagai negara. 

Kondisi ini turut menurunkan permintaan energi, termasuk batu bara, dan berdampak pada pelemahan harga di pasar internasional. "Masalah ini menyebabkan harga batu bara (global) menjadi turun," terang dia.

Tantangan kedua datang dari transisi energi menuju energi baru dan terbarukan. Negara-negara besar seperti Tiongkok dan Jepang terus mempercepat penggunaan teknologi energi bersih, seiring dengan komitmen terhadap target net zero emission pada 2060. 

Hal ini secara langsung mengancam permintaan batu bara dalam jangka panjang. "Batu bara mungkin masih dibutuhkan, tetapi kita harus hati-hati karena teknologi (hijau) terus berkembang," ucapnya.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Husen Miftahudin)