5 Fakta Mengerikan di Balik Kasus 554 WNI Korban TPPO Online Scamming di Myanmar

Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam), Budi Gunawan, di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang. Metrotvnews.com/ Hendrik Simorangkir

5 Fakta Mengerikan di Balik Kasus 554 WNI Korban TPPO Online Scamming di Myanmar

M Rodhi Aulia • 18 March 2025 12:54

Jakarta: Sebanyak 554 warga negara Indonesia (WNI) menjadi korban sindikat tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus online scamming di Myanmar. Mereka mengalami penyekapan, penyiksaan, serta ancaman mengerikan selama dipaksa bekerja di bawah tekanan. 

Pemerintah Indonesia akhirnya berhasil memulangkan mereka melalui operasi lintas negara dengan bantuan Thailand dan Tiongkok.

Berikut lima fakta mengerikan di balik kasus ini:

1. Disekap dan Disiksa Secara Kejam

Para korban dipaksa bekerja dalam kondisi penuh tekanan dan mengalami penyiksaan fisik yang brutal. Mereka tidak hanya mendapat ancaman verbal tetapi juga kekerasan secara langsung.

"Selama mereka bekerja di markas sindikat online scamming ini, para korban mengalami berbagai tekanan, kekerasan fisik seperti pukulan dan penyetruman," kata Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, Budi Gunawan dalam konferensi pers di Bandara Soekarno-Hatta, Selasa, 18 Maret 2025.

Sindikat ini benar-benar memperlakukan para korban dengan kejam, tanpa memperhatikan hak asasi manusia.

2. Ancaman Pengambilan Organ Tubuh

Tak hanya mengalami penyiksaan, para korban juga menghadapi ancaman yang jauh lebih mengerikan. Jika mereka gagal mencapai target pekerjaan yang diberikan, nyawa mereka bisa terancam karena sindikat tidak segan-segan mengambil organ tubuh mereka.

"Mereka diancam akan diambil organ tubuhnya manakala target yang dibebankan oleh para bandar ini tidak bisa terpenuhi," ujar Budi.

Ancaman ini menunjukkan betapa kejamnya sindikat TPPO yang beroperasi di kawasan perbatasan Thailand-Myanmar.

Baca juga: Ratusan WNI Diduga Korban TPPO di Myanmar Dipulangkan ke Tanah Air

3. Tidak Bisa Berkomunikasi dengan Keluarga

Selama dalam penyekapan, para korban benar-benar kehilangan akses komunikasi dengan dunia luar. Mereka tidak bisa menghubungi keluarga maupun meminta pertolongan karena semua sarana komunikasi disita.

"Dari indikasi-indikasi ini, sangat kuat bahwa terjadi penyanderaan dalam jaringan mafia online scamming berskala besar atau masif," jelas Budi.

Selain itu, paspor mereka juga disita, sehingga mereka benar-benar tidak memiliki jalan keluar dari jeratan sindikat.

4. Dipulangkan melalui Operasi Lintas Negara

Pemerintah Indonesia melakukan operasi penyelamatan untuk membawa pulang para korban. Proses pemulangan dilakukan dalam dua tahap, yakni 400 WNI pada 18 Maret 2025 dan 154 WNI lainnya dijadwalkan pulang pada 19 Maret 2025.

Mereka diterbangkan menggunakan tiga pesawat dari Bandara Internasional Don Mueang Bangkok menuju Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta. Operasi ini melibatkan kerja sama lintas negara dengan Thailand dan Tiongkok.

5. Pemulihan dan Bantuan bagi Korban

Setelah tiba di Indonesia, para korban akan menjalani pemulihan fisik dan mental di Wisma Haji Pondok Gede, Jakarta Timur. Pemerintah juga memberikan bantuan logistik, layanan kesehatan, serta pendampingan psikososial agar mereka bisa pulih dari trauma.

"Pemerintah juga akan melakukan asesmen untuk memastikan apakah semuanya korban atau sebagian ada indikasi pelaku, sehingga yang benar-benar korban bisa mendapatkan bantuan hukum," kata Budi.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Wanda)