Presiden AS Donald Trump. Foto: Xinhua/Hu Yousong.
M Rodhi Aulia • 4 April 2025 22:31
Jakarta: Kebijakan tarif baru Amerika Serikat terhadap produk asal Indonesia dinilai bisa menjadi peluang strategis untuk menciptakan keseimbangan baru nilai tukar rupiah. Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Indonesia, Fakhrul Fulvian, menyebut kebijakan Presiden AS Donald Trump merupakan bagian dari dinamika global yang bisa dimanfaatkan Indonesia.
AS resmi mengumumkan kebijakan tarif 32 persen bagi produk dari Indonesia. Meski tampak sebagai ancaman, Fakhrul melihat langkah ini sebagai strategi carrot and stick dari pemerintah Trump—tarif hanyalah pembuka jalan menuju negosiasi lanjutan.
“Negosiasi bilateral antar negara terkait perdagangan adalah hal yang selanjutnya akan dilakukan,” ujar Fakhrul, Jumat 4 April 2025.
Ia menjelaskan, perdagangan global kini mengalami perubahan besar. Multilateralisme melemah dan negara-negara lebih mengandalkan kesepakatan bilateral. Karena itu, Indonesia disarankan bersikap tenang dan tidak terburu-buru membalas kebijakan tersebut.
Fakhrul juga menyinggung dampak pada nilai tukar rupiah. Ia menilai gejolak nilai tukar merupakan hal wajar di tengah situasi global yang tidak menentu.
Baca juga: Indonesia Bersiap Menghadapi Perlambatan Ekonomi karena Tarif AS
“Dalam kondisi seperti sekarang ini, pelemahan ekonomi domestik dan pelemahan nilai tukar rupiah adalah hal yang lumrah terjadi dan rupiah akan berada dalam kondisi overshoot (pelemahan cepat dalam waktu pendek), untuk kemudian kembali menguat pada keseimbangan baru,” jelasnya.
Untuk mencapainya, Fakhrul menyarankan pemerintah melakukan realokasi anggaran untuk menggerakkan ekonomi domestik dan menyampaikan kebijakan secara jelas kepada publik dan pelaku pasar.
“Untuk bisa memiliki keseimbangan baru rupiah yang kuat, pemerintah harus melakukan beberapa hal,” lanjutnya.
Selain itu, Fakhrul menyoroti pentingnya ketahanan nasional, terutama di tengah ketegangan perang dagang. Ia menyebut tiga sektor utama yang perlu diperkuat: pangan, energi, dan kesehatan.
“Isu ketahanan pangan, energi dan kesehatan menjadi hal penting terkait dengan meningkatnya tensi perang dagang,” ungkapnya.
Di sisi lain, menurutnya, Indonesia masih punya peluang menembus pasar AS. Produk seperti tekstil, alas kaki, furnitur, komponen otomotif, dan nikel berpotensi mengisi celah pasar.
“Namun sekali lagi, kita harus sadar bahwa tidak ada lagi kesepakatan perdagangan dengan Amerika Serikat akan dilaksanakan dengan rule based. Kecenderungan untuk negosiasi yang alot akan terjadi,” tutur Fakhrul.
Karena itu, peran diplomasi ekonomi dinilai krusial. Fakhrul menekankan pentingnya Kementerian Luar Negeri dalam membawa kepentingan ekonomi Indonesia di kancah internasional.
“Ke depannya, Indonesia harus tetap menjaga posisi netral dengan terus membangun relasi kepada berbagai negara, baik itu BRICS ataupun OECD untuk bisa memaksimalkan dampak positif untuk perekonomian Indonesia,” katanya.
Di pasar saham, sentimen negatif sempat mencuat setelah pengumuman tarif. Namun Fakhrul menyebut hal itu sudah diantisipasi pasar, bahkan membuka peluang investasi baru.
“Karena 80 persen dari situasi ini sudah priced in (terprediksi) di pasar. Kalau tak ada aral melintang, seharusnya kita bisa mulai melirik kesempatan yang muncul dari pasar saham yang telah murah,” ujar Fakhrul.