Ribuan Warga Ikuti Tapa Bisu Malam 1 Suro di Yogyakarta

Prosesi mubeng beteng tanpa beesuara pada malam 1 Suro di Yogyakarta. Metrotvnews.com/ Ahmad Mustaqim

Ribuan Warga Ikuti Tapa Bisu Malam 1 Suro di Yogyakarta

Ahmad Mustaqim • 27 June 2025 11:04

Yogyakarta: Ribuan masyarakat menjejali jalanan di sekitar Pelataran Kraton Yogyakarta pada Kamis malam, 26 Juni 2025. Kepadatan manusia tersebut terjadi 100 meter lebih dari depan kraton hingga Museum Sonobudoyo Yogyakarta. 

Jelang tengah malam, asap berbau dupa mulai dinyalakan hingga menyeruak di sejumlah sudut area. Para abdi dalem Kraton Yogyakarta berpakaian adat Jawa memulai ritual sebelum mubeng beteng (berjalan mengeliling beteng) dengan merapalkan macapatan. Bendera-bendera sebagai panji telah terpasang di tongkat dan digenggam. 
 

Baca: Tradisi Kupatan Merti Dusun Terjaga Turun-Temurun
 
Suasana hening tercipta usai macapatan tuntas dan lonceng di Kraton Yogyakarta berdenting 12 kali. Para abdi dalem dengan sejumlah bendera memimpin prosesi jalan bisu (berdiam) mubeng beteng menyampung Tahun Baru dalam kalander Islam dan Jawa. 


Prosesi mubeng beteng tanpa beesuara pada malam 1 Suro di Yogyakarta. Metrotvnews.com/ Ahmad Mustaqim

Mulut-mulut manusia seolah dikunci rapat. Hanya gesekan alas kali yang terdengar sepanjang prosesi perjalanan itu. Memang, menghindari pembicaraan atau mengeluarkan perkataan jadi salah satu aturan utama mengikuti prosesi topo bisu tersebut. 

Masyarakat memercayai prosesi mubeng beteng dengan topo bisu menjadi simbol permohonan kepada sang pencipta agar diberikan kesehatan dan keselamatan pada tahun-tahun yang akan datang. 

Topo bisu ribuan manusia itu dilakukan dengan rute Jalan Rotowijayan, Kauman, Jalan Agus Salim, dan Jalan Wahid Hasyim. Kemudian, melewati pojok Beteng Barat, Jalan MT Haryono, Pojok Beteng Timur, Jalan Brigjen Katamso, Jalan Ibu Ruswo, dan berakhir di kawasan Alun-alun Utara atau depan Kraton Yogyakarta.

Salah satu peserta, Gabriel Maria Ana, 25, mengaku baru kali pertama mengikuti prosesi itu. Perempuan asal Kulon Progo mengatakan penasaran dengan suasana mubeng beteng dengan topo bisu. 

"Ini baru pertama kali. Kebetulan saya orang Jogja, pengin nguri-uri (melestarikan) budaya Jawa," jelasnya.

Ana hadir bersama sejumlah temannya yang sedang menjalani masa perkuliahan di Kota Gudeg. Menurut dia, kedatangannya sekaligus jadi pembelajaran salah satu tradisi Jawa di Yogyakarta yang telah berjalan bertahun-tahun. 

Peserta lain, Primadi Priyolaksono, 24, warga Kabupaten Bantul, mengatakan sudah berniat mengikuti prosesi itu. Sebelum prosesi berlangsung, ia sudah mengenakan pakaian adat Jawa, termasuk blangkon.

"Ingin ikut menjaga budaya Jawa. Pakai pakaian Jawa supaya lebih mengena," kata dia. 

Mubeng beteng dengan tanpa bicara ini menjadi salah satu tradisi di Yogyakarta sebagai laku prihatin dan doa menyambut tahun baru Jawa. Bukan sekadar bentuk menyambut pergantian kalander, namun juga menjadi momen refleksi, kontemplasi, dan permohonan keselamatan. 

“Orang Jawa itu senang dengan laku prihatin,” ujar abdi dalem Keraton Yogyakarta, Kanjeng Mas Tumenggung (KMT) Projosuwasono. 

Selama perjalanan tanpa suara, kata dia, peserta dianjurkan berdoa memohon hal-hal baik kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tak hanya untuk masa mendatang, namun juga berterima kasih atas segala hal yang diberikan Tuhan pada masa-masa lalu. 

"Berdoa ini tentu untuk mensyukuri satu tahun yang lalu sudah diberikan kenikmatan dan sebagainya. Lalu, berdoa untuk keselamatan satu tahun yang akan datang," ucapnya. 

 

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Deny Irwanto)