Ilustrasi. Foto: Medcom
Jakarta: Usulan usia pensiun aparatur sipil negara (ASN) diperpanjang menjadi rentang usia 60 sampai 70 tahun dikritik. Usulan tersebut dinilai sangat ambisius dan dan tak relevan dengan perkembangan zaman.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah mengatakan, pemerintah juga membutuhkan anak-anak muda berenergi yang lebih adaptif terhadap teknologi.
“Sekarang pelayanan birokrasi kita sedang mengupayakan sistem berbasis digital elektronik, jadi usulan memperpanjang masa pensiun ini tidak korelatif, karena justru kita membutuhkan banyak anak muda yang lebih mudah adaptif dengan pelayanan berbasis teknologi,” kata Trubus saat dikonfirmasi Media Indonesia pada Selasa, 27 Mei 2025.
Dia menegaskan tidak menafikan adanya kontribusi dan profesionalitas pada kelompok usia 58 hingga 70 tahun. Namun, dia menekankan di era berbasis teknologi seperti sekarang, perpanjangan masa jabatan atau pensiun harus dipertimbangkan.
“Dari sisi rasional kebijakan memang menambah profesional dan tidak perlu memberikan pelatihan, tapi keadaan di lapangan belum tentu seperti itu. Faktanya banyak generasi tua justru sulitmengikuti perkembangan pelayanan berbasis digitalisasi, sementara arah birokrasi ke depan dituntut untuk efisien dan efektif,” ungkap dia
Dia menilai usulan tersebut harus dikaji mendalam. Pengkajian harus melihat
cost dan
benefit bagi negara.
“Karena dari sisi pengeluaran negara tentu akan membutuhkan dana yang lebih besar, terutama untuk sisi pemberian gaji, tunjangan perlindungan dan kesehatan. Pengeluaran biaya pegawai dalam APBN/APBD akan semakin membesar,”
Usulan tersebut diketahui mencakup JPT Utama hingga usia 65 tahun, JPT Madya atau Eselon I hingga 63 tahun, JPT Pratama atau Eselon II sampai 62 tahun, Eselon III dan IV hingga 60 tahun, serta untuk Jabatan Fungsional Utama hingga usia 70 tahun.
Menurut Trubus, penentuan batas usia pensiun (BUP) pegawai
ASN harus mempertimbangkan berbagai aspek secara menyeluruh. Seperti produktivitas, pembinaan karier, pengembangan kompetensi, dan faktor lainnya dalam manajemen ASN.
Selain itu, ia juga menekankan agar jangan sampai usulan perpanjangan BUP mengganggu sistem karier yang sudah berjalan dan berpotensi menimbulkan tekanan pada ketersediaan anggaran negara dan regenerasi ASN.
“Kemudian tentu juga akan menutup kesempatan generasi muda untuk mengikuti CASN, regenerasi yang dibutuhkan akan secara otomatis terhalang oleh mereka-mereka yang masa pensiunnya diperpanjang,” ungkap dia.
Trubus menilai belanja pegawai di berbagai tingkat pemerintahan, mulai dari kota kabupaten, provinsi, hingga pusat merupakan salah satu pos pengeluaran terbesar. Rata-rata belanja pegawati mencapai 60 persen.
“Sebanyak 60 persen anggaran APBD habis untuk biaya belanja pegawai, salah satu yang terbesar untuk menggaji pegawai, artinya pembangunan di daerah-daerah itu minim. Kalau nanti masa pensiun ASN diperpanjang, otomatis membawa beban lagi, karena semakin tinggi usianya akan makin tinggi pula besaran gaji yang diterima,” sebut dia.
Trubus menegaskan reformasi birokrasi secara sistem lebih dibutuhkan daripada memperpanjang masa kerja. Menurut dia, efesiensi birokrasi sangat dibutuhkan saat ini.
"Dengan kondisi ekonomi dunia yang sedang tidak stabil dan banyak negara-negara lain yang merestrukturisasi pekerja birokratnya agar lebih efisien, justru usulan penambahan masa pensiun itu kontradiktif jika diterapkan terlebih lagi pemerintah juga sedang mencanangkan kebijakan efisiensi anggaran,” ujar dia.