9 Hakim MK Dilaporkan ke MKMK

Ilustrasi Mahkamah Konstitusi. Medcom.id

9 Hakim MK Dilaporkan ke MKMK

Devi Harahap • 22 January 2025 12:12

Jakarta: Sebanyak sembilan Hakim Konstitusi dilaporkan ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) atas dugaan pelanggaran kode etik. Para Hakim Konstitusi dinilai telah melakukan kelalaian dan pengabaian atas kewajiban hukum.

Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen, menjelaskan sikap para Hakim Konstitusi itu menyebabkan anomali dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH) terkait penetapan pihak terkait dalam sengketa Pilkada 2024 dan malaadministrasi.

“Pada 6 Januari 2025, RPH penetapan pihak terkait dilaksanakan pada hari yang sama dengan tahapan pendaftaran pihak terkait. Pendaftaran dibuka sejak pukul 08.00 WIB dan baru selesai diverifikasi pada pukul 21.00 WIB,” ujar Delpedro dalam keterangannya, Rabu, 22 Januari 2025. 

Delpedro menjelaskan hasil RPH untuk menetapkan diterima atau ditolaknya permohonan pihak terkait ditetapkan di hari yang sama. Hal ini, menurut dia, menimbulkan keraguan akan kecakapan dan kesaksamaan hakim dalam memeriksa lebih dari 310 permohonan pihak terkait yang diajukan.

“Jumlah perkara sengketa PHP-kada yang teregistrasi di MK saja mencapai 310 perkara. Jika dalam satu perkara terdapat lebih dari dua pasangan calon, maka jumlah permohonan pihak terkait bisa lebih dari 310,” ujar dia. 
 

Baca Juga: 

Hakim MK Tegur KPU Jawa Timur karena Tak Lengkapi Data


Belum lagi lembaga pemantau pemilu yang mengajukan permohonan pihak terkait. Atas dasar tenggat waktu yang sangat terbatas, menurut dia, mustahil para hakim dapat menelaah permohonan secara mendalam dan objektif. 

Delpedro juga menuding sembilan Hakim Konstitusi melakukan malaadministrasi dalam penetapan pihak terkait. Sebab, dari 11 permohonan yang diajukan Lokataru sebagai pihak terkait, lima ditolak melalui surat elektronik, pesan singkat, maupun situs resmi Mahkamah Konstitusi (MK).

“Bahkan, kelima permohonan tersebut baru memperoleh ketetapan pada 16 Januari 2025, setelah RPH kedua pada 14 Januari 2025, melampaui batas waktu yang diatur dalam Pasal 28 ayat (2) PMK No. 3 Tahun 2024,” ujar Delpedro.

Kuasa Hukum Lokataru, Fandi Denisatria, menjelaskan ketentuan MK mengharuskan ketetapan diterbitkan paling lambat dua hari kerja sebelum sidang pemeriksaan pendahuluan.

“Namun faktanya, ketetapan baru kami terima di hari sidang, yang jelas melanggar aturan yang dibuat MK sendiri,” ujar dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Achmad Zulfikar Fazli)